A. Hakikat Sastra Bandingan
Sastra
bandingan merupakan salah satu dari sekian banyak pendekatan yang ada dalam
ilmu sastra. Pendekatan sastra bandingan pertama kali muncul di Eropa awal abad
ke-19. Ide tentang
sastra bandingan dikemukan oleh SanteBeuve dalam sebuah artikelnya yang
terbit tahun 1868 (Damono( dalam, http://eprints.uny.ac.id)).
Dalam
artikel tersebut dijelaskanya bahwa pada awal abad ke-19 telah muncul studi sastra bandingan di Prancis. Sedangkan
pengukuhan terhadap pendekatan
perbandingan terjadi ketika jurnal
Revue Litterature Comparee
diterbitkan pertama kali pada tahun 1921.
Dalam
sastra bandingan dikenal dua mazhab, yaitu mazhab Amerika dan Prancis. Mazhab
Amerika berpendapat bahwa sastra bandingan memberi
peluang untuk membandingkan
sastra dengan bidang-bidang lain di luar sastra, misalnya seni, filsafat,
sejarah, agama, dan lain-lain. Sedangkan mazhab Prancis berpendapat bahwa
sastra bandingan hanya memperbandingkan sastra dengan sastra. Namun demikian,
kedua mazhab tersebut bersepakat bahwa sastra bandingan harus bersifat lintas negara, artinya berusaha membandingkan
sastra satu negara dengan sastra negara
lain. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, muncul kritikan terhadap pandangan
yang dianut oleh kedua mazhab.
Kedua mazhab sepertinya
tidak memperhatikan kondisi sebagian besar negara Asia yang memiliki
keragaman bahasa
dan budaya. Indonesia, misalnya, satu suku dengan suku yang lain
memiliki perbedaan dari segi bahasa dan budaya. Nada (melalui Damono,( dalam,
http://eprints.uny.ac.id)) menjelaskan bahwa perbedaan bahasa merupakan faktor
penentu dalam sastra bandingan. Bahkan
Nada berkesimpulan bahwa membandingkan sastrawan Arab Al- Buhturin dengan penyair Syaugi
bukanlah kajian bandingan karena kedua sastrawan tersebut berangkat dari bahasa
dan budaya yang hampir
sama, yaitu Arab.
Hal
tersebut mengisyaratkan juga bahwa membandingkan sastra Melayu Riau dengan
sastra Semenanjung Melayu bukanlah termasuk dalam bidang kajian sastra
bandingan. Bertolak dari pendapat Nada di atas, maka membandingkan antara
sastra Jawa dengan sastra Sunda merupakan kajian sastra bandingan. Begitu juga
halnya dengan membandingkan antara sastra daerah, misalnya sastra Minang dengan
sastra Indonesia merupakan kajian sastra bandingan, karena kedua sastra
tersebut memiliki bahasa yang berbeda.
Pendapat
Nada ini sejalan dengan pendapat Wellek dan Warren yang mengungkapkan, bahwa
sastra bandingan adalah studi sastra yang memiliki perbedaan bahasa dan asal
negara dengan suatu tujuan untuk mengetahui dan menganalisis hubungan dan
pengaruhnya antara karya yang satu terhadap karya yang lain, serta ciri-ciri
yang dimilikinya (Endraswara,(dalam, http://eprints.uny.ac.id)).
Pendapat
ini lebih menekankan bahwa penelitian sastra bandingan harus berasal dari
negara yang berbeda sehingga mempunyai bahasa yang berbeda pula. Hal ini
sedikit berbeda dengan dengan pendapat (Damono (dalam,
http://eprints.uny.ac.id)), yang menyatakan bahwa tidaklah benar jika dikatakan
bahwa sastra bandingan sekedar mempertentangkan dua sastra dari dua negara atau
bangsa yang mempuyai bahasa yang berbeda, tetapi sastra bandingan lebih
merupakan suatu metode untuk memperluas pendekatan atas sastra suatu bangsa
saja. Jadi menurut Damono, sastra bandingan bukan hanya sekedar
mempertentangkan dua sastra dari dua negara atau bangsa. Sastra bandingan juga
tidak terpatok pada karya-karya besar walaupun kajian sastra bandingan sering
kali berkenaan dengan penulis-penulis ternama yang mewakili suatu zaman. Kajian
penulis baru yang belum mendapat pengakuan dunia pun dapat digolongkan dalam
sastra bandingan.
Batasan sastra bandingan tersebut menunjukkan
bahwa perbandingan tidak hanya terbatas pada sastra antarbangsa, tetapi juga sesama
bangsa sendiri, misalnya antarpengarang, antargenetik, antarzaman,antarbentuk,
dan antartema. Menurut (Endraswara (dalam, http://eprints.uny.ac.id)) sastra
bandingan adalah sebuah studi teks across cultural. Studi ini merupakan upaya
interdisipliner, yakni lebih banyak memperhatikan hubungan sastra menurut aspek
waktu dan tempat. Dari aspek waktu, sastra bandingan dapat membandingkan dua
atau lebih periode yang berbeda. Sedangkan konteks tempat, akan mengikat sastra
bandingan menurut wilayah geografis sastra. Konsep ini mempresentasikan bahwa
sastra bandingan memang cukup luas.
Bahkan, pada perkembangan selanjutnya, konteks
sastra bandingan tertuju pada bandingan sastra dengan bidang lain. Bandingan
semacam ini, guna merunut keterkaitan antar aspek kehidupan. Dalam sastra
bandingan, perbedaan dan persamaan yang ada dalam sebuah karya sastra merupakan
objek yang akan dibandingkan. (Remak(dalam, http://eprints.uny.ac.id))
menjelaskan bahwa dalam sastra bandingan yang dibandingkan adalah kejadian
sejarah, pertalian karya sastra, persamaan dan perbedaan, tema, genre, style,perangkat evolusi budaya, dan
sebagainya. Remak lebih jauh juga memberikan batasan tentang objek sastra
bandingan. Menurut Remak, yang menjadi objek sastra bandingan hanyalah karya sastra nasional dan
karya sastra dunia (adiluhung).
Selain
itu, dapat dipahami bahwa dasar perbandingan adalah persamaan dan pertalian
teks. Jadi, hakikat kajian sastra bandingan adalah mencari perbedaan atau
kelainan, di samping persamaan dan pertalian teks dan yang terpenting dari
kajian sastra bandingan adalah bagaimana seorang peneliti mampu menemukan serta
membandingkan kekhasan sastra yang dibandingkan.
(Hutomo
(dalam, http://eprints.uny.ac.id)) menjelaskan bahwa, dalam praktek penelitian
sastra bandingan
di Indonesia, secara garis besar, dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu sebagai
berikut.
1. Sastra bandingan dalam
kaitanya dengan filologi
2. Sastra bandingan dalam
hubunganya dengan sastra lisan
3. Sastra bandingan modern,
yakni sastra bandingan tulis, baik yang tertulis Dalam bahasa indonesia yang
masih bernama Bahasa Melayu maupun yang ditulis dalam Bahasa Indonesia.
Pada point kedua dijelaskan bahwa objek
kajian sastra bandingan bukan hanya berupa sastra tulis saja, namun bisa berupa
karya sasta lisan. (Damono (dalam, http://eprints.uny.ac.id)) menyatakan
sebagai berikut.
Salah
satu kegiatan yang sudah banyak dilakukan adalah membandingkan dongeng yang
mirip dari berbagai negara, tidak terutama untuk mengungkapkan yang asli dan
pengaruhnya terhadap yang lain, tetapi lebih untuk mengetahui kaitan-kaitan
antara perbedaan dan persamaan yang ada dan watak suatu masyarakat. Dalam
pengertian ini, dongeng mencakup segala jenis kisah yang dalam pengertian Barat
dipilah antara lain menjadi
mitos, legenda, dan fabel.
Dari
pendapat Damono di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sastra lisan menjadi
salah satu objek dalam penelitian sastra bandingan yang cukup menarik, hal ini
sesuai dengan pendapat Endraswara (201: 49) yang menyatakan sebagai berikut.
Sastra
lisan adalah bagian tradisi lisan yang sering berubah-ubah. Perubahan sebagai
akibat salah ucap atau memang disengaja diucapkan keliru(diplesetkan). Semua
kekeliruan itu ternyata dapat menjadi “ pintu masuk” jalur sastra bandingan.
Berkat penuh dengan aneka perubahan sastra lisan menarik dibandingkan satu sama lain.
Dari
situlah tantangan para peneliti sastra bandingan yang meneliti sastra lisan,
mereka harus menemukan perubahan-perubahan atau varian dari cerita lisan yang terjadi di dalam
masyarakat.
Dalam praktek sastra bandingan
menurut (Hutomo (dalam, http://eprints.uny.ac.id)) berlandaskan diri pada 3 hal
yaitu sebagai berikut.
1. Afinitas, yaitu keterkaitan unsur-unsur intrinsik (unsur dalaman) karya
sastra, misalnya unsur struktur, gaya,
tema, mood (suasana yang
terkandung dalam karya sastra) dan lain-lain, yang dijadikan bahan pelisan
karya sastra.
2. Tradisi, yaitu unsur yang berkaitan dengan kesejarahan penciptaan karya
sastra.
3. Pengaruh, istilah pengaruh, sebenarnya, tidak sama dengan menjimplak,
plagiat, karena istilah ini sarat dengan nada negatif. Dalam penelitian ini,
landasan yang paling tepat digunakan adalah landasan pengaruh. Jika kita
membahas arti sebuah pengaruh, maka kita harus kembali mengingat bahwa sastra
lahir bukan dari sebuah kekosongan. Hal ini sesuai pendapat (Hutomo(dalam,
http://eprints.uny.ac.id)) bahwa karya sastra (sebagai teks) ia menyimpan
berbagai teks di dalamnya atau merupakan serapan atau hasil tranformasi.
Hal
ini diperkuat dengan pendapat (Nurgiyantoro (dalam, http://eprints.uny.ac.id))
karya sastra akan muncul pada masyarakat yang telah memiliki konvensi, tradisi,
pandangan tentang estetika, tujuan berseni, dan lain-lain yang kesemuanya dapat
dipandang sebagai wujud kebudayaan dan tidak mustahil “rekaman” terhadap
pandangan masyarakat tentang seni. Hal ini berarti bahwa sesungguhnya sastra
merupakan konvensi masyarakat karena masyarakat menginginkan adanya suatu
bentuk kesenian yang bernama sastra. Wujud konvensi budaya yang telah ada di
masyarakat secara konkret lain berupa karya-karya yang ditulis dan diciptakan
orang sebelumnya. Namun, ia dapat juga cerita-cerita rakyat yang berwujud lisan
(foklore) yang diwariskan secara turun-menurun.
B. Bidang Kajian Sastra Bandingan
Bidang
kajian penelitian yang digunakan dalam sastra bandingan sangat luas dan tidak
ada patokan khusus di dalamnya. Menurut
Kasim tiap peneliti boleh membandingkan unsur apa saja yang memiliki kemiripan.
Bidang-bidang pokok yang menjadi titik perhatian dalam perhatian dalam
penelitian sastra bandingan menurut (Kasim (dalam Endraswara, 2011: 81(dalam, http://eprints.uny.ac.id))) adalah sebagai berikut.
1. Tema dan motif, melingkupi (a) buah pikiran, (b) gambaran perwatakan,
(c) alur (plot), episode, latar (setting), (d) ungkapan-ungkapan
2. Genre dan bentuk (form),
stalistika, majas, suasana
3. Aliran (moventent) dan
angkatan (generation) 13
4. Hubungan karya sastra dengan ilmu pengetahuan, agama/ kepercayaan, dan
karya-karya seni
5. Teori sastra, sejarah
sastra, dan teori kritik sastra
Dalam
pendapat ini Kasim cukup banyak memberikan batasan dalam hal bidang apa saja
yang dapat dibandingkan dalam sebuah penelitian sastra bandingan. Menurut (Endraswara
(dalam, http://eprints.uny.ac.id)) objek berkaitan dengan muatan apa yang
terdapat dalam sastra, yang dominan dan layak dibandingkan dapat terkait dengan
tema, tokoh, aspek sosial, kecerdasann emosi dan sebagainya.
Dari
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada batasan ataupun patokan
dalam objek yang dijadikan kajian dalam satra bandingan biarlah peneliti yang
lebih kreatif menemukan kebaharuan. Apapun boleh dijadikan kajian yang
terpenting adalah adanya kesamaan dan perbedaan diantara bahan yang dijadikan
penelitian. Dari beberapa uraian di
atas, dapat disimpulkan bahwa sastra perbandingan adalah studi sastra
yang membandingkan dua buah karya sastra atau lebih.
Karya
sastra yang diperbandingkan bisa berupa sastra tulis maupun sastra lisan.
Penelitian ini menggunakan teori satra bandingan dengan berlandaskan adanya
proses pengaruh dari karya satu kekarya lainnya yang menjadi objek kajian.
Sehingga dalam penelitian ini peneliti mencari persamaan dan perbedaan serta
antara cerita Subali-Sugriwa dalam tradisi lisan dengan cerita SubaliSugriwa
yang terdapat dalam Serat Kandhaning Ringgit Purwa jilid 2&3
(SKRP2&3) dan Serat Pedhalangan Ringgit Purwa (SPRP).
Dengan
cara mencari persamaan dan perbedaanya. Unsur-unsur yang diperbandingkan dalam penelitian ini,
adalah bagian cerita yang berupa detail cerita yang berbeda dari ketiga versi
bisa berupa tokoh, latar, karakter tokoh, ungkapan-ungkapan yang terdapat dalam
ketiga versi yang dijadikan objek penelitian. Untuk mempermudah dalam perbandingan
swujud satuan data yang diperbandingkan adalah episode-episode.
C. Penelitian yang Relevan
Penelitian
yang relevan dengan bahasan dalam penelitian ini adalah penelitian (Setyaning
Nur Asih (dalam, http://eprints.uny.ac.id)) yang berjudul “Perbandingan
Pencitraan Tokoh Utama Wanita dalam Novel Tumtesing Luh Karya Any Asmara dengan
Roman Mbok Randa Saka Jogja”. Dalam penelitian tersebut peneliti membandingkan
permasalahan-permasalahan yang dihadapi tokoh wanita utama dalam novel
Tumetesing luh dan tokoh wanita utama dalam roman yang berjudul mbok randa
saking jogja. Penelitian yang dilakukan oleh Wiyatmi (2007) seorang staf FBS
dalam jurnalnya yang berjudul “ Tranformasi dan Resepsi Ramayana dalam Novel
Kitab Omong Kosong” dengan menggunakan metode transformasi dan resepsi ia
membandingkan Novel Kitab Omong Kosong dengan Serat Rama.
Dalam
penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan Setyaning Nur
Asih dan Wiyatmi, Setyaning Nur Asih
objek penelitiannya adalah novel
Tumetesing Luh dan Roman Mbok Randa Saka Jogja sedangkan dalam penelitian ini
objek penelitian adalah Cerita Subali-Sugriwa dalam versi lisan SKRP dan SPRP.
Setyaning
Nur Asih memperbandingkan permasalahan-permasalahn tokoh wanita dalam
kedua novel sedangkan dalam penelitian
ini yang
diperbandingkan adalah detail cerita. Objek penelitian Wiyatmi adalah novel Kitab Omong Kosong dan Serat
Rama yang merupakan sastra transformasi
Ramayana, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan sastra transformasi
Ramayana berupa cerita SubaliSugriwa dalam versi lisan dan cerita Subali-Sugriwa dalam SKRP dan SPRP.
Wiyatmi
dalam penelitianya menggunakan teori Transformasi dan Resepsi, sedangkan dalam
penelitian ini menggunakan teori Sastra bandingan, sehingga penelitian
perbandingan cerita Subali-Sugriwa dalam Mitos Gua Kiskendha, SKRP dan SPRP ini
belum prenah dilakukan sebelumnya.
D.
Metode Penelitian
Sastra Bandingan
Metode sastra bandingan tidak jauh berbeda dengan metode
kritik sastra, yang obyeknya lebih dari satu karya. Penekanan sastra bandingan
adalah pada aspek kesejarahan teks. Itulah sebabnya sastra bandingan bersifat
positivistik. Kajiannya bercorak binari (duaan) dan bertumpu pada rapport
defaits, artinya perhubungan faktual antara dua buah teks yang diteliti secara
pasti.
Kegiatan yang dilakukan juga menganalisis, menafsirkan
dan menilai karena obyeknya lebih dari satu, setiap obyek harus ditelaah,
barulah hasil telaah tersebut diperbandingkan. Bisa saja, peneliti melakukan
analisis struktural kedua karya, baru diperbandingkan. Dengan akan mempermudah
peneliti melakukan bandingan. Setidaknya akan mudah ditemukan unsur persamaan
dan perbedaan setiap karya sastra.
Penelitian sastra bandingan dengan metode diakronis
merupakan peneliti resepsi sastra yang dilakukan terhadap tanggapan-tanggapan
pembaca dalam beberapa periode. Namun, periode waktu yang dimaksud masih berada
dalam satu rentang waktu.
Penelitian resepsi diakronis ini dilakukan atas
tanggapan-tanggapan pembaca dalam beberapa periode yang berupa kritik sastra
atas karya sastra yang dibacanya, maupun dari teks-teks yang muncul setelah
karya sastra yang dimaksud. Umumnya penelitian resepsi diakronis dilakukan atas
tanggapan pembaca yang berupa kritik sastra, baik yang termuat dalam media massa
maupun dalam jurnal ilmiah.
Penelitian resepsi diakronis yang melihat bentuk fisik
teks yang muncul sesudahnya dapat dilakukan melalui hasil intertekstual,
penyajian, penyaduran, maupun penerjemahan. Intertekstual merupakan fenomena
resepsi pengarang dengan melibatkan teks yang pernah dibacanya dalam karya
sastranya. Hasil intertekstual, penyalinan, penyaduran, maupun penerjemahan ini
dapat dilakuakan atas teks sastra lama maupun sastra modern.
Kajian penelitian sastra bandingan, yaitu :
- Penelitian bersifat komparatif
Penelitian
bersifat komparatif menitik beratkan pada penelaahan teks karya sastra yang
dibandingkan, seperti studi pengaruh dan afnitas. Penelitian bersifat kompratif
merupakan titik awal munculnya sastra bandingan. Penelitian ini dipandang sebagai
penelitian terpenting dalam sastra bandingan. Penelitian bersifat kompratif
dapat berbentuk kajian pengaruh maupun kajian kesamaan. Penelitian yang
bersifat kompratif juga dapat mencakup kajian mengenai tema maupun kajian
genre.
- Penelitian bersifat historis
Penelitian
bersifat historis memusatkan perhatian pada nilai-nilai historis yang
melatarbelakangi antara karya sastra dengan karya sastra lainnya atau antar
satu kesusastraan lain, atau suatu karya sastra dengan masalah sosial dan
filsafat. Penelitian ini dapat berupa masuknya suatu pemikiran, aliran, teori
kritik sastra, ataupun genre masuknya genre sastra dari suatu negara ke negara
lain.
- Penelitian bersifat teoritis
Penelitian
bersifat teoritis adalah kajian pada bidang konsep, kriteria, batasan, atau
aturan-aturan dalam berbagai bidang kesusastraan. Misalnya konsep mengenai
aliran, genre, bentuk, teori, ataupun kritik sastra. Penelitian bersifat
teoritis tidak menyentuh kajian sastra darimana pun.
- Penelitian bersifat antar disiplin
Di
dalam penelitian yang bersifat antar disiplin merupakan kajian yang cenderung
berfokus pada aliran Amerika. Penelitian ini membandingkan antara karya sastra
dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuan, agama, dan seni yang lain. Karena
luasnya ruang lingkup kajian ini, diperlukan pengetahuan yang luas pula untuk
melakukan kajian. Fokus pembicaraan tetap pada karya sastra. Materi non sastra
sebagai pembanding dipakai sebagai bantuan untuk memperjelas makna dari suatu
karya sastra atau untuk mengetahui dasar pemikiran penulisnya
DAFTAR PUSTAKA
nn. Sastra Bandingan Pengantar Awal,(online),
(http://www.jendelasastra.com, diakses pada tgl 8 oktober 2012).
tt. ”Hakikat Sastra Bandingan.” http://eprints.uny.ac.id/8495/3/BAB%202-08205241009.pdf. Diunduh
pada 20 Oktober 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar