2.1
Urutan Perkembangan Pemerolehan Bahasa
Urutan
perkembangan pemerolehan bahasa dapat dibagi atas tiga bagian penting: (1)
perkembangan prasekolah, (2) perkembangan ujaran kombinatori, (3) perkembangan masa
sekolah. Berikut ini akan dibicarakan satu-persatu.
1. Perkembangan Prasekolah
Perkembangan pemerolehan
bahasa anak-anak prasekolah dapat dibagi lagi atas perkembangan pralinguistik,
tahap satu kata, dan ujaran kombinasi permulaan.
a.
Perkembangan Pralinguistik
Ada kecendrungan untuk menganggap
bahwa perkembangan bahasa anak-anak diawali ketika dia mengatakan kata
pertamanya yang menjadi tugas para ibu untuk mencatatnya pada buku bayi anak
tersebut. Ada dua jenis fakta yang dikutip oleh peneliti untuk menunjang teori
pembawaan lahir mereka adalah: kehadiran pada waktu lahir struktur-struktur
yang diadaptasi dengan baik bagi bahasa, dan kehadiran perilaku-perilaku sosial
umum dan juga kemampuan-kemampuan khusus bahasa pada beberapa bulan pertama
kehidupan.
Selama satu tahun pertama,
sang anak mengembangkan sejumlah konsep dan kemampuan yang merupakan syarat
penting bagi ekspresi linguistik. Sang anak mengembangkan suatu pengertian
mengenai diri sendiri dan orang lain sebagai kesatuan lahir yang berbeda,
pengertian yang harus orang lain sebagai kesatuan lahir yang berbeda,
pengertian yang harus dimiliki oleh seseorang kalau “dirinya” sedang
berkomunikasi dengan “yang lain”. Pada akhir tahun pertama, secara khusus, sang
anak telah mengembangkan landasan pengertian-pengertian kognitif yang banyak:
konsep diri sendiri dan orang lain, konsep manusia dan benda, konsep sarana dan
tujuan. Baik kognitif maupun aspek sosial merupakan landasan penting bagi
perkembangan bahasa selanjutnya.
b.
Tahap Satu Kata
Merupakan suatu dugaan umum
bahwa sang anak pada tahap satu kata terus- menerus berupaya mengumpulkan
nama-nama benda dan orang di dunia. Akan tetapi, secara khusus, kosakata
permulaan sang anak mencakup tipe kata-kata lain juga. Yakni merupakan hal
biasa mencari dan menemukan kata-kata tindak (seperti ; pergi, datang, makan,
minum, duduk, tidur), ekspresi-ekspresi sosial (seperti: hei, helo), kata-kata
lokasional (di sini, di atas, di sana), dan kata-kata pemerian (seperti: panas,
dingin, besar, kecil). Dengan sejumlah kata yang relative terbatas, seorang
anak dapat mengekspresikan berbagai ragam makna dan relasi dalam berbagai
konteks. Sampai akhir tahap satu kata, sanag anak dapat menggunakan nomina
untuk memperkenalkan objek (misalnya: buku gambar “permainan memberi nama”
dengan orang dewasa), untuk menarik perhatian seorang pada sesuatu, atau
menyatakan sesuatu yang diinginkannya. Kadang-kadang, dia memakai suatu nomina
untuk menyatakan penerima (misalnya sesorang yang menerima sesuatu (agen),
‘kadang-kadang menyatakan objek sesuatu tindakan, dan kadang-kadang untuk
menyatakan penerima (misalnya seseorang yang menerima sesuatu dari anak itu).
Sang
anak dapat memakai nomina untuk menyatakan lokasi (misalnya: meja atau kotak
sebagai tempat meletakkan sesuatu) atau untuk menyatakan orang yang ada
hubungannya dengan suatu objek (msialnya: Papa,Mama). Perlu diingat bahwa
situasi pemakaian kata tunggal tersebut sangat perlu diketahui oleh orang
dewasa agar dia dapat memberi interprestasi makna yang tepat. Dan juga situasi perlu
bagi sang anak pada saat dia mengekspresikan makna; karena justru dalam situasi
yang tepatlah, baru dia dapat
menyampaikan makna kata yang dipakainya.
Apabila sang anak
telah mengembangkan sejumlah kata dan cara menggunakan untuk mengekspresikan
berbagai makna, dia cendreung memilih/lebih dalam situasi tertentu kata yang
paling informative. Yang paling menarik dan mengesankan lagi ialah ketika sang
anak pada tahap ini mampu mengekspresikan begitu banyak kata-kata yang begitu
sedikit.
c.
Ujaran Kombinatori Pemulaan
Menurut Brown (dalam,
Tarigan 2011: 19) bahwa untuk mempergunakan jumlah morfem rata-rata per ucapan
sebagai ukuran panjangnya, yang disebut “mean
length of utterance” (atau MLU) atau “panjang ucapan rata-rata” (PUR).
Mereka menemukan lima tahapan pada pemerolehan bahasa permulaan, dan setiap
tahap dibatasi oleh panjang ucapan rata-rata. Untuk setiap tahap, mereka juga
menyarankan suatu “upper bound” (UB)
atau “loncatan atas” (LA), yaitu suatu hal yang secara khusus merupakan ucapan
terpanjang (dalam morfem-morfem) dalam tahap-tahap Brown sebagai rentangan PUR
ataupun sebagai butir-butir PUR sentral. Perhatikan tabel berikut.
TAHAP
|
PUR
(butir)
|
PUR
(rentangan)
|
LA
|
1
|
1.75
|
1.5
– 2.0
|
5
|
2
|
2.25
|
2.0
– 2.5
|
7
|
3
|
2.75
|
2.5-3.0
|
9
|
4
|
3.50
|
3.0-3.5
|
11
|
5
|
4.00
|
3.5-4.0
|
13
|
Sampai tahapan 5, PUR 4.0,
penambahan panjang mencerminkan pertambahan kompleksitas atau kerumitan. Secara
khusus, anak kecil dapat saja berkata “Pa mam” dan kemudian “papa mamam” dan
kemudian “papa makan”. sebaik ujaran kombinasi sang anak berkembang, bergerak
dari suatu system yang kebanyakan merupakan gabungan dua atau tiga kata yang
tidak berinfleksi, butir-butir yang berisi berat. PUR merupakan indikator yang
baik bagi pertumbuhan bahasa permulaan dan memang banyak ahli riset yang
memanfaatkan tahap-tahap Brown tersebut. Akan tetapi, setelah PUR 4,0, panjang
ucapan tidak begitu menolong lagi bagi pengukuran pertumbuhan bahasa karena
tidak lagi mencerminkan kerumitan apa yang diketahui anak-anak, system
memudahkan mereka menghasilkan bentuk-bentuk dihilangkan. Jadi, kesinambungan
dalam makna anak-anak dan ujaran satu kata menjadi ujaran kombinasi justru sama
pentingnya dengan perubahan dalam cara anak-anak mengekspresikan makna-makna
mereka
2.
Perkembangan
Ujaran Kombinatori
Pembicaraan menegenai
perkembangan ujaran kombinasia anak-anak ini dibagi beberapa bagian, yaitu:
perkembangan negative (penyangkalan); perkembangan interogatif (pertanyaan);
perkembangan penggabungan kalimat; dan perkembangan system bunyi.
a.
Perkembangan Negatif
Apabila kita menggunakan “negatif”,
kalau kita menggunakan “tidak”, jelas kita ingin mengatakan berbagai hal.
Contoh:
Ya, saya tidak punya
uang
Tidak, saya tidak mau
itu
Paling tidak, pengertian
kita tentang negatif mencakup “noneksistensi”, “penolakan”, dan “penyangkalan”,
seperti pada kalimat-kalimat di atas itu. Berikut ini, contoh pengertian
negatif.
NONEKSISTENSI : Tidak ada
bantal
Tidak ada uang
Tidak ada sepatu
PENOLAKAN :
Tidak mau
Tidak suka
Tidak minum susu
PENYANGKALAN : Bukan merah
(tetapi putih)
Bukan ibu (tetapi nenek)
b.
Perkembangan Interogatif
Pada umumnya,
“pertanyaan”itu menurut informasi, menagih keterangan. Ada tiga tips struktur
interogatif yang utama untuk mengemukakan pertanyaan, yaitu:
1. Pertanyaan
yang menuntut jawaban YA atau TIDAK;
2. Pertanyaan
yang menuntut INFORMASI.
3. Pertanyaan
yang menuntut jawab SALAH SATU DARI YANG BERLAWANAN.
c.
Perkembangan Penggabungan Kalimat
Sarana-sarana/cara-cara
pengembangan penggabungan kalimat sang anak memperlihatkan gerakan melalui
beberapa dimensi, yaitu: dari penggabungan dua klausa setara menuju
penggabungan dua klausa yang tidak setara; dari klausa-klausa utama yang tidak
tersela menuju penggunaan klausa-klausa yang tersela; dari susunan klausa yang
memuat kejadian tetap menuju susunan klausa yang bervariasi; dan dari
penggunaan perangkat-perangkat semantic-sintaksis yang kecil menuju
perangkat-perangkat yang lebih diperluas.
d.
Perkembangan Sistem Bunyi
Keterampilan berucap atau
mengucapkan kata-kata menjadi semakin terkontrol dan diperbaiki dengan
pemakaian dalam praktik. Perkembangan komponen ini memang lebih bersifat fisik,
dan seperti halnya dalam perkembangan kemampuan-kemampuan fisik lainnya, praktik
dan pelatihan sungguh membantu membawa keterampilan itu dibawah pengawasan.
2.1.1
MEKANISME
UMUM BAGI PEMEROLEHAN BAHASA
Menurut Jean A. Rondal
(dalam, Tarigan 2011: 42), berdasarkan data-data yang dia pergunakan, agaknya
dapat disarankan adanya suatu mekanisme-makro-umum bagi pemeroleh bahasa
(pertama) pada diri sang anak. Pakar ini mengemukakan sangat besar sekali
kemungkinan bahwa bagian terbesar dari proses pemerolehan bahasa mengambil
tempat pada konteks umum interaksi timbale balik dengan para pembicara lebih
dewasa.
Pengetahuan orang tua mengenai perkembangan bahasa anak
pada umumnya dan mengenai tuturan anak mereka pada khususnya, harapan-harapan
mereka berkenan dengan perkembangan bahasa pada anak mereka, dan produk dari
analisis mereka mengenai aneka produksi verbal dan aneka reaksi reseptif
sebagian besar menentukan cirri-ciri formal ujaran yang mereka sajikan kepada
sang anak, khususnya tingkat penyesuaian atau adaptasi tempat ujaran itu
berlangsung.
Ujaran orang dewasa yang diekspresikan dalam konteks ekstra
linguistic tertentu dengan iringan paraverbal tertentu memberi masukan kepada
sang anak dalam komunikasi lingistik.
2.1.2
KERANGKA
BAGI TEORI PEMEROLEHAN BAHASA
Berbicara mengenai kerangka
teori pemerolehan bahasa, kita sebenarnya membicarakan salah satu fundamen
teori keterpelajaran. Dengan teori pemerolehan bahasa, kita ingin mengetahui
serta mengetengahkan teori yang memudahkan anak-anak belajar bahasa. Keluaran
belajar bahasa merupakan suatu kaidah bagi bahasa orang dewasa. Sistem kaidah atau
tata bahasa ini terdiri atas kaidah-kaidah, aturan-aturan, prinsip-prinsip, dan
ketetapan parameter yang terendap dalam kosakata formal, termasuk
kategori-kategori sintaksis (nomina,verba,dll), relasi-relasi gramatikal serta
kasus (subjek, objek, nominative, okusuatif, dsb.), dan bentuk-bentuk struktur
frasa. Jadi, pemerolehan bahasa terdiri atas penyelesaian sang anak terhadap
susunan kesatuan lahiriah dalam masukan untuk menentukan kombinasi-kombinasi
yang mana saja di antaranya yang dibolehkan atau diizinkan oleh bahasa.
2.1.3
SALAH
PENGERTIAN MENGENAI PEMEROLEHAN BAHASA
Banyak pakar mengungkapkan
pendapat nya mengenai pemerolehan bahasa, sehingga sering terjadi salah paham
mengenai pemerolehan bahasa ini. Tidak dapat disangkal bahwa terdapat
kepercayaan dan keyakinan yang telah tersebar luas mengenai kepercayaan yang telah
tersebar luas mengenai pemerolehan bahasa anak-anak, terutama PB2, yang belum
dibuktikan kebenarannya.
Upaya secara sistematis untuk mengenali sumber-sumber
kesalahan dalam ujaran atau tuturan para pelajar bahasa kedua mengungkapkan
bahwa relatif sangat sedikit kesalahan yang dibuat oleh para pelajar bahasa
kedua dapat dikaitkan dengan interferensi dari bahasa pertama mereka. Pada
umumnya, tidak lebih dari sepertiga jumlah kesalahan dalam korpus ujaran dapat
dikenali sebagai yang ada hubungannya dengan gangguan struktur-struktur bahasa
pertama. Mayoritas kesalahan yang dibuat oleh para pelajar bahasa kedua
merupakan akibat dari penggeneralisasian dan salah menerapkan kaidah-kaidah
bahasa kedua sebelum mereka menguasainya dengan baik, dalam morfologi dan sintaksis.
Beberapa kesalahan memang unik yang seakan-akan tidak mencerminkan
faktor-faktor perkembangan atau struktur bahasa pertama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar