2.1 Kebijakan Bahasa
Kebijaksanaan
bahasa merupakan satu pegangan yang bersifat nasional, untuk kemudian membuat
perencanaan bagaimana cara membina dan mengembangkan satu bahasa sebagai alat
komunikasi verbal yang dapat digunakan secara tepat di seluruh negara, dan
dapat diterima oleh segenap warga yang secara lingual, etnis, dan kultur
berbeda (Chaer & Agustina, 2010: 177).
Kebijakansanaan merupakan satu
pegangan yang bersifat nasional yang mempunyai tujuan akhir, yakni sebagai alat
komunikasi verbal yang dapat digunakan secara tepat di seluruh Negara dan dapat
diterima oleh segenap warga secara lingual, etnis, dan kultur yang berbeda
(Aslinda & Syafyahya,2010: 113).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa
kebijaksanaan itu dapat diartikan sebagai suatu pertimbangan konseptual dan
politis yang dimaksudkan untuk dapat memberikan perencanaan, pengarahan, dan
ketentuan-ketentuan yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pengolahan
keseluruhan masalah kebahasaan yang dihadapi oleh suatu bangsa secara nasional.
Berbicara mengenai kebijakan bahasa,
pertama dipersoalkan: (a) mengapa perwujudan bahasa perlu direncanakan, (b) apa
yang direncanakan, (c) siapa yang merencanakan, dan (d) bagaimana
merencanakannya. Jawaban dari persoalan diatas akan menjadi dasar pengambilan
kebijaksanaan bahasa yang bersifat menyeluruh. Kebijaksanaan bahasa yang
dihubungkan dengan sosiolinguistik lebih banyak berisi tentang:
a. Usaha
agar tidak terjadi konflik bahasa
b. Usaha
agar bahasa dipergunakan sesuai dengan fungsinya
c. Bahasa
sebagai alat komunikasi sosial yang berkembang menurut sistemnya.
2.1.1 Mengapa Perlu
Perencanaan
Kebijaksanaan dalam kebahasaan antara lain
berisi tentang perencanaan. Perencanaan bahasa sebagai alat komunikasi dan
perencanaan dalam pendidikan kebahasaan. Perencanaan dalam bidang pendidikan
kebahasaan oleh karena melalui pendidikanlah terjadi perubahan sikap dari tidak
tahu ke ingin tahu tentang perkembangan dan perubahan bahasa.
Jika
dilihat dari segi sosiolinguistik, mengapa kita perlu membuat perencanaan
kebahasaan? Kita mengetahui bahwa bahasa adalah bentuk tingkah laku sosial
(Labov (dalam Pateda, 1987: 93)). Bahasa
dipergunakan oleh manusia untuk berkomunikasi. Dalam komunikasi ini, terjadi
perbenturan sehingga muncul konflik-konflik, sekalipun konflik itu bukan
konflik bahasa. Kiranya telah kita maklumi bahasalah yang mempertajam konflik
itu. Kita sering menyaksikan dengan sebuah kata saja dapat terjadi konflik
fisik. Berkatalah Anda kepada seseorang misalnya: Babi!” pasti sebentar lagi
Anda akan dipukul atau ditinjunya.
Jadi,
dari penjelasan beserta contoh diatas, bahwa perlu dibuat perencanaan dalam
bidang kebahasaan itu sangat penting karena kita ingin memperkecil konflik
bahasa itu. Kalau perencanaannya tidak matang, pasti malapetaka yang muncul.
Dan tak seorang pun menginginkan malapetaka itu.
2.1.2 Apa yang
Direncanakan
Bidang
kebahasaan yang perlu direncanakan kalau dihubungkan dengan sosiolinguistik.
Dengan demikian, bidang kebahasaan yang perlu direncanakan kalau dihubungkan
dengan sosiolinguistik hendaknya berkaitan dengan:
a. Pemantapan
bahasa sesuai dengan fungsinya. Misalnya, suatu bahasa hanya berfungsi sebagai
alat komunikasi di lingkungan keluarga. Dengan demikian, bahasa tersebut tak
perlu diajarkan di sekolah. Akibatnya tak perlu perencanaan yang dihubungkan
dengan pendidikan kebahasaan melewati pendidikan formal.
b. Bahasa
sebagai lingua franca. Ini ditujukan bagi negara-negara yang memiliki banyak
bahasa daerah seperti Indonesia. Yang perlu direncanakan di sini yakni
pemantapan sikap untuk rela mengorbankan bahasa daerah sendiri demi persatuan
nasional.
c. Penerimaan
penutur bahasa untuk ikut membantu kebijaksanaan pemerintah dalam kebahasaan.
Misalnya, di Indonesia dilancarkan penggunaan EYD.
d. Pendidikan
dan pengajaran kebahasaan di dalam dan di luar lembaga-lembaga pendidikan.
e. Ketenagaan
yang akan menangani masalah-masalah kebahasaan.
f. Penerbitan
hasil penelitian dan penulisan buku ilmiah yang berhubungan dengan
sosiolinguitik.
g. Penggalian
sumber dana
h. Kerja
sama dengan lembaga atau perseorangan yang tidak menangani langsung bidang
kebahasaan.
Perencanaan
perlu sekali dirumuskan agar dapat mengetahui apa yang akan dikerjakan, kemana
arah kegiatan, hasil apa yang diharapkan, metode apa yang akan digunakan, siapa
saja yang terlibat dalam kegiatan, dan dari mana kita memperoleh dana untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan kebahasaan itu.
2.1.3
Siapa yang Merencanakan
Yang
menjadi penanggung jawab bidang
kebahasaan, antara lain terdiri dari empat komponen, yakni: (a) para ahli
bahasa, (b) pemerintah, (c) guru bahasa, dan (d) masyarakat penutur bahasa yang
bersangkutan, namun ada badan yang mengatur kebijakan kebahasaan. Di Indonesia
yang mengatur kebijakan bahasa itu ialah Dapertemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Delegasi tanggung jawab banyak diserahkan kepada Direktur Jenderal Kebudayaan.
Jadi, yang merencanakan kegiatan itu, ialah Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan yang didukung oleh Dapertemen Dalam Negeri. Meskipun ada saran para
ahli bahasa, kalau pemerintah tidak menghiraukan saran tersebut, maka dapat
dipastikan saran itu tidak akan dilaksanakan. Contoh misalnya, sampai sekarang
ada toko dan perusahaan yang mencampuradukkan nama toko/perusahaannya dengan
kata-kata bahasa asing. Hal tersebut belum dapat ditertibkan karena belum
adanya larangan dari pemerintah.
2.1.4
Bagaimana Merencanakannya
Perencanaan
kebijakan kebahasaan harus dilakukan secara terpadu. Karena perencanaan itu
tidak muncul begitu saja. Perencanaan lahir berdasarkan studi mendalam dan
melewati pertemuan-pertemuan ilmiah yang melibatkan semua unsur yang bersangkut
paut dengan masalah kebahasaan. Dengan demikian perencanaan merupakan rumusan
unsure-unsur dari pemerintah, para ahli bahasa, pengusaha, guru bahasa,
golongan profesi, misalnya wartawan. Sebelum lahir perencanaan itu, diperlukan
pertemuan berwujud rapar,seminar dan sebagainya.
2.2 Implementasi Kebijakan Bahasa
Apabila
masalah kebahasaan telah direncanakan dengan mempertimbangkan berbagai segi,
maka tugas yang dilakukan ialah bagaimana melaksanakan kebijakan-kebijakan itu.
Implementasinya tentu bertahap menurut urutan prioritasnya. Ada kebijakan yang
mulai dengan penelitian-penelitian terlebih dahulu.
Misalnya,
bagi Indonesia penelitian sangat penting mengingat banyaknya bahasa daerah di
Indonesia dan ada bahasa daerah itu yang belum pernah diteliti. Penelitian
terhadap bahasa daerah seperti itu sudah sangat mendesak untuk menghindari
kepunahannya. Penelitian kebahasaan penting dilaksanakan karena dengan
penelitian tersebut, kebijakan bahasa akan lebih kuat.
Agar garis kebijakan diketahui orang, perlu
pemuatannya dalam media massa dan media elektronik. Garis kebijakan tidak boleh
hanya berwujud instruksi-instruksi, peraturan-peraturan, tetapi diikuti dengan
pengawasan, apakah garis kebijakan dilaksanakan atau tidak. Dengan demikian,
rumusan kebijakan yang telah diumumkan harus diikuti oleh penjelasan lisan
sehingga semua pihak mengerti garis kebijakan tersebut. Misalnya, di Indonesia
belum adanya pelanggaran mengenai kaidah bahasa disebabkan oleh belum adanya
peraturan yang menaungi untuk mengaturnya. Sampai sekarang, belum ada ketentuan
sanksi bagi mereka yang melanggar penggunaan EYD. Bahkan kelihatannya orang
tidak menghiraukannya. Orang mengusulkan agar pengetahuan/penggunaan bahasa
Indonesia yang baik dijadikan syarat untuk penerimaan calon pegawai dan
kenaikan pangkat pegawai.
2.3 Aplikasinya dalam Pendidikan
Dalam penerapan sosiolinguistik yang
tidak boleh diabaikan ialah aplikasinya dalam pendidikan. Bagaimana interaksi
kebahasaan dalam proses belajar mengajar penting untuk diketahui. Apabila
berbicara tentang pengaplikasian sosiolinguitik dalam pendidikan, bukan berarti
kita akan mengajarkan sosiolinguistik kepada murid-murid, tetapi kita (guru
bahasa) harus membentengi diri dengan pengetahuan sosiolinguistik. Pengetahuan
sosiolinguistik diperlukan agar materi yang kita berikan kepada anak didik
dapat mereka cerna dan dapat dipergunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Jadi,
aplikasinya dalam pendidikan dapat diterapkan melalui anak didik.
2.4 Hambatan dalam Perencanaan
Bahasa
Suatu rencana
pasti akan mengalami hambatan dalam pelaksanaannya. Hambatan boleh saja terjadi
ketika perencanaan sedang disusun, bahkan ketika suatu rencana sedang
dilaksanakan. Hambatan-hambatan itu meliputi :
a. Pemegang tampuk kebijakan
b. Sikap penutur bahasa
c. Dana
d. Ketenagaan
Kadang rencana
yang telah disusun mendapat hambatan dari pemegang tampuk kebijakan pada
masalah yang berbeda. Maksudnya, pemegang tampuk kebijakan yang bukan berurusan
dengan persoalan kebahasaan. Misalnya di Indonesia, lembaga yang diserahi tugas
untuk menentukan garis kebijakan kebahsaan adalah departemen pendidikan dan
kebudayaan, dalam hal ini pusat pembinaan dan pengembangan bahasa.
Sikap penutur
bahasa sangat menentukan kebijakan bahasa. Sebab, apapun yang ditetapkan oleh
para ahli, apapun yang ditentukan oleh departemen, penutur bahasalah yang akhirnya
menentukan. Penutur bahasalah yang mempergunakan bahasa dalam kehidupan
sehari-hari. Untuk itu, sikap penutur bahasa harus diubah dari sikap negatif ke
sikap positif. Sikap negatif misalnya tercermin dari sikap tidak mau tahu
tentang garis kebijakan yang sedang dijalankan. Sikap negatif tercermin pula
dari ucapan bahwa persoalan kebahasaan hanya tanggung jawab pemerintah dan ahli
bahasa. Sikap-sikap sepertini sangat menghambat perencanaan dan kebijakan
bahasa.
Suatu rencana
juga memerlukan dana dan fasilitas. Tanpa dana tak terlalu banyak yang dapat
dibuat. Namun, perlu diingatkan tanpa dana pun masih ada yang dapat dibuat.
Dana boleh saja berasal dari pemerintah, tetapi boleh juga dari perseorangan,
yayasan, dan sebagainya. Hanya yang perlu dipersoalkan ialah pemanfaatan dana
yang disediakan.
Akhirnya
kesulitan yang didapati dalam pelaksanaan perencanaan bahasa ialah faktor
ketenagaan. Tenaga yang terlatih menangani soal-soal kebahasaan baik dari segi
kuantitas maupun kualitas sangat kurang mengingat bahasa yang ditangani terlalu
banyak. Penanganan ketenagaan menyangkut pula keamanan dan kesejahteraan
tenaga-tenaga tersebut agar dapat melaksanakan tugas pengabdiannya dengan baik.
Banyak tenaga yang mempunyai profesi dalam kebahasaan, tetapi tidak tertarik
dalam persoalan kebahasaan karena keamanan dan kesejahteraan mereka tidak
terjamin. Untuk itu masalah ketenagaan kebahasaan harus dikaitkan dengan
persoalan keamanan dan kesejahteraan mereka.
BAB III
KESIMPULAN
Telah kita
lihat bahwa perencanaan bahasa tidaklah selalu terencana sebagaimana orang
merencanakan suatu usaha. Namun ada usaha-usaha perorangan atau kelompok
manusia yang secara sadar atau tidak sadar mempengaruhi bentuk serta fungsi
suatu bahasa. Saat ini pihak yang terlibat dalam perencanaan bahasa di
Indonesia adalah Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang berdiri sejak 01
April 1975. Kemudian namanya berubah pada tahun 2000 menjadi Pusat Bahasa yang
tugasnya sebagai pelaksana kebijakan di bidang penelitian dan pengembangan
bahasa. sasaran perencanaan bahasa yaitu Pembinaan dan pengembangan bahasa yang
direncanakan ( sebagai bahasa nasional, bahasa resmi kenegaraan, dan sebagainya
), dan Khalayak di dalam masyarakat yang diharapkan akan menerima dan
menggunakan saran yang diusulkan dan ditetapkan. aspek-aspek yang akan
dilaksanakan sebagai tujuan perencanaan adalah Pembakuan ( standarisasi ),
Modernisasi ( intelektualisasi ), Grafisasi ( tulisan dan ejaan. Adapun
jenis-jenis masalah atau kendala yang sering timbul dalam perencanaan bahasa antara
lain Dari segi bahasa, Dari segi warga pemakai bahasa Indonesia, Dari segi
pelaksana, Dari segi proses perencanaan bahasa. Suatu rencana pasti akan
mengalami hambatan dalam pelaksanaannya. Hambatan boleh saja terjadi ketika
perencanaan sedang disusun, bahkan ketika suatu rencana sedang dilaksanakan.
Hambatan-hambatan itu meliputi Pemegang tampuk kebijakan, Sikap penutur bahasa,
Dana, dan Ketenagaan.