Tuhan, ajarkan aku mengenal cinta itu apa.
Aku terasa lupa akan cinta.
Aku terasa lupa bagaimana aku mengenal sosok adam ku.
Tuhan, ajarkan aku mengenal cinta.
Aku ingin bahagia seperti mereka di luar sana.
Berikan restu dan halal mu untuk ku.
Tuhan, aku ingin cinta itu.
Cinta yang suci dan tulus.
Bukan cinta yang akan menjatuhkan diriku lagi.
Tuhan, izinkan aku merasakan jatuh cinta lagi.
Aku ingin bahagia seperti mereka di luar sana.
Jumat, 11 April 2014
Selasa, 08 April 2014
KRITIK CERPEN HIKAYAT SAKU CELANA
KRITIK CERPEN
HIKAYAT DALAM SAKU CELANA KARYA MASHDAR ZAINAL DALAM KUMPULAN CERPEN SUMATERA
EKSPRES EDISI 24 JUNI 2012
Oleh : Dewi
Andini
Cerpen Hikayat Dalam Saku Celana mengangkat
kehidupan sehari-hari yang sudah akrab dengan lingkungan sekitar kita, dalam
cerpen ini kita dapat melihat kehidupan suami istri yang mengalami pertengkaran
kecil akibat salah sangka. Terlihat dari kutipan berikut:
“Tiba-tiba
pikiranku melayang. Menebak-nebak sesuatu yang mungkin ada hubungannya dengan
selembar puisi cinta itu.”
Pikiranku melayang yang dimaksud dalam kehidupan
tersebut adalah memikirkan sesuatu hal yang belum pasti benar. Inilah hal yang
dapat menyebabkan pertengkaran apabila tidak ditanyakan langsung kepada
pelakunya. Akibatnya, pertengkaran pun terjadi dikeluarga mereka. Kecemburuan
yang terjadi ditimbulkan masalah kecil, karena sang istri melihat selembar
puisi di saku celana suami, membuat istri semakin membayangkan hal-hal yang
membuatnya khawatir. Apalagi dalam cerita ini, sang istri belum bisa memberikan
keturunan selama empat tahun menikah.
Kekurangan
dalam cerpen ini adalah cara penyampaian yang kurang begitu langsung dapat
dipahami oleh pembaca, dengan sudut pandang orang pertama yang sebagian
pembaca, ada juga yang bingung dengan judul karena hanya sedikit disinggung
diakhir cerita sebagai berikut:
“Aku
merebahkan diri. Celanamu masih utuh dalam dekapanku. Sambil berbaring, aku
bertanya-tanya, kenapa kau malah senang melihatku menderita, muntah-muntah? Apa
ada kejutan baru? Aku kembali merogoh saku celanamu dan kudekap erat-erat.”
Cerita yang diutarakan lebih dominan pada kehidupan
sang tokoh yakni kepercayaan suami istri yang dimaksud dalam judul. Dalam kisah
ini, dapat mengambil kesimpulan bahwa setiap permasalahan harus dapat
diselesaikan dengan baik, apabila dalam suatu pertengkaran terjadi, salah satu
harus dapat mengalah. Jika suami dapat menjadi contoh yang baik kepada istri
dan tidak melakukan kebohongan terhadap istri, pasti akan lebih baik dalam
mengarungi kehidupan berumah tangga.
Minggu, 06 April 2014
KRITIK SASTRA PUISI
KRITIK SASTRA PUISI “CERMIN DIRI”
KARYA KAHLIL GIBRAN
DEWI ANDINI (2011112225)
BAHASA
ILMIAH TERBUNGKUS SERIBU MAKNA
……… Kalkulatif
mutualisme
Membuat kau jauh
dariku…..
Berarti pemahaman
individualism
Masih teramat
dangkal
Dan jika
kalturalis masih mengikat kuat
Kau seperti kaum
orthodox yang selalu…….
Dalam puisi CERMIN DIRI Kahlil
Gibran memberikan pilihan kata yang terlihat banyak menggunakan kata-kata
ilmiah. Tetapi pengarang membungkus kata-kata dalam puisi tersebut dengan
menggunakan bukan arti kata yang sebenarnya. Terdapat pada kata dicolok,
disanjung, muka merah menyala bagai api sebagai symbol sesuatu yang kesal marah
kepada dirinya yang tidak berguna seperti dirinya dianggap tidak berguna lagi. Kata
“Sampai mampus pun kau tak kan bisa terima aku” merupakan sebuah harapan Kahlil
Gibran sebagai kekecewaan terhadap kekasihnya. Kata “Selalu ingin menempatkan
egomu diatas altar” diungkapkan pengarang memberi kesan pada makna kekecewaan
yang dirasakan. Pengarang juga mencoba menggambarkan sebuah kebekuan perasaan
dan jiwa dalam puisi ini.
Seorang Kahlil Gibran mampu
menciptakan pilihan kata sebaik mungkin, walaupun kata yang digunakan adalah
bahasa percakapan. Tetapi, lewat kata-kata tersebut mampu menghadirkan makna
yang dalam. Kahlil merupakan salah satu penyair yang tidak selalu terikat pada
peraturan sehingga terkadang Kahlil tidak pernah memperhatikan bunyi yang ada
dalam puisinya. Kahlil Gibran berpendapat bahwa sebuah puisi adalah suatu
kebebasan. Namun, lain halnya dengan puisi ini Kahlil memperhatikan bunyi walau
tidak terlihat secara mencolok.
Meskipun bahasa dalam puisi ini
adalah bahasa percakapan sehari-hari, namun dibalik kata-kata tersebut Kahlil
memberikan bahasa kias. Bahasa kias tersebut digunakan pengarang untuk
memperdalam makna yang ada dalam puisinya.
……………………
Kau seperti kaum
orthodox yang selalu ingin menempatkan
Egomu diatas
altar penyembahan itu…….
……………………
Seperti anak
kecil yang dicolok
…………………….
Dari kutipan tersebut terlihat
adanya bahasa metafora yang digunakan pengarang untuk memperlihatkan rasa
kecewa karena yang dirasakan. Ketidakberdayaan diungkapkan Kahlil seperti kaum
orthodox, yang selalu ingin menempatkan ego diatas altar penyembahan itu selalu
keras hati membuat Kahlil menjadi tiada berguna. Harapan pengarang kandas
kepada kekasihnya yang selalu ingin diberi.
Bahasa alusi juga ditampilkan
pengarang untuk mensugestikan kesamaan. Seperti kata orthodox yang memiliki
makna berpegang teguh. Kahlil biasanya orang yang tegar dan selalu optimis
dalam segala hal dan seorang Kahlil yang selalu memiliki semangat yang
menggebu. Tetapi dalam puisi ini, dia merasa pesimis karena cintanya sudah
kandas. Jadi jelas tergambar puisi ini seakan-akan menjadi melankolis, karena
sajaknya berisi tentang ratapan kekecewaan yang menyedihkan. Namun dengan emosi
Kahlil yang mampu menguasai puisi tersebut menghasilkan sebuah karya yang
tampak tidak terlalu sendu.
CERMIN DIRI
Jika sifat
kalkulatif mutualisme
Membuat kau jauh
dariku…..
Berarti pemahaman
Individualismu
Masih teramat
dangkal….
Aku benar-benar
kecewa soal itu…
Percuma mulutku
berbui sampai robek
Kau takkan
pernah paham maksudku…..
Dan jika
Kalturalis masih mengikat kuat
Di dalam
pikiranmu
Sampai mampus
pun kau tak kan bisa terima aku….!
Egomu diatas
altar penyembahan itu…
Slalu ingin
disanjung
Seperti anak
kecil yang dicolok
Permen kemulutnya…
Jika egomu di
perolok
Mukamu merah
menyala bagai api….!
Dasar manusia orthodox….!
Kahlil Gibran
RAGAM WACANA
Resume "Jenis-Jenis Wacana Pada Mata Kuliah Analisis Wacana"
PEMBAHASAN
Jenis-jenis Wacana
Wacana dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara; antara lain :
A. Wacana berdasarkan Media penyampaiannya.
1. Wacana Tulis (Written discourse)
adalah wacana yang disampaikan secara tertulis, melalui media tulis. Untuk memahami wacana tulisan penerima harus membacanya. Wacana jenis ini bersifat satu arah.
Contoh : “ Kelas VI E Progam studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Universitas PGRI Palembang terdiri atas 26
mahasiswa, ketua tingkat dari kelas ini adalah Ridho Andi
Sucipto dan wakilnya adalah Amin Syahril.”
2. Wacana Lisan (Spoken Discourse)
adalah wacana yang disampaikan secara lisan, melalui media lisan. Untuk memahami wacana lisan penerima harus menyimak atau mendengarkan.Wacana jenis ini dapat bersifat satu arah atau dua arah.
Contoh : “Pendengar. Mahasiswa semester VI E mengadakan diskusi mata
kuliah analisis wacana yang dilakukan pada hari ini, Kamis, 17
Maret 2011. Dikusi yan diketuai oleh Alvian Kurniawan ini
berlansun dengan tertib.”
B. Wacana berdasarkan pengungkapan wacana.
1. Wacana Langsung (Direct discourse)
Adalah kutipan wacana yang sebenarnya dibatasi oleh intonasi atau pungtuasi. (Kridalaksana, 1984: 208).
Contoh : Ibu Nursalamah berkata, “ Untuk menjadi terkenal, sesuatu/
seseorang itu haruslah menjadi yang pertama, terbaik dan
berbeda.”
2. Wacana Tidak Langsung (Indirect Discourse)
Adalah pengungkapan kembali wacana tanpa mengutip harfiah kata-kata yang dipakai oleh pembicara dengan mempergunakan kontruksi gramatikal atau kata tertentu, antara lain dengan klausa subordinatif, kata bahwa dan sebagainya. (Kridalaksana, 1964 : 208 – 9 ).
Contoh : Ibu Nursalamah pernah berkata bahwa untuk menjadi terkenal,
sesuatu/ seseorang itu haruslah menjadi yan pertama, terbaik dan
berbeda.
C. Wacana Berdasarkan Penempatan Penuturannya.
1. Wacana Pembeberan (Ekspository discourse)
Adalah wacana yang tidak mementingkan waktu dan penutur, berorientasi pada pada pokok pembicaraan dan bagian-bagian diikat secara logis.(Kridalaksana, 1984 : 208).
Contoh : “ Ibu Nursalamah itu memang dosen yang perlu diteladani,
Hingga pertemuan ke-5 beliau tidak pernah absen sama sekali,
Masuk kelaspun sangat tepat waktu, dengan penampilan yang
Sederhana dan alakadarnya, ia mampu menyihir perhatian
mahasiswanya, selain itu bahasa yan digunakan sangat
komunikatif sehingga penjelasannya mudah sekali
dipahami. Wajar saja dosen berprestasi seperti beliau mengajar
di kelas berprestasi seperti VI.E ini.”
2. Wacana Penuturan (Narative discourse)
Adalah wacana yang mementingkan urutan waktu, dituturkan oleh persona pertama atau ketiga dalam waktu tertentu, berorientasi pada pelaku, dan seluruh bagian diikat oleh kronologi (Kridalaksana, 1984: 208).
Contoh : “ Pada pukul 05.00 WIB, Widya bangun tidur. Dengan
meninggalkan sholat subuh ia segera smsan dengan pacarnya.
Setelah satu jam sibuk berpacaran melalui sms, iapun segera
mandi dan sarapan. Pukul 06.30 WIB ia siap bermake up, setelah
usai bermake up ia berangkat ke kampus, ia sampai kampus pukul
07.30WIB. Sesampainya di kampus ternyata tak ada satu orangpun
yang kuliah. Ternyata hari itu merupakan tangal merah, akhirnya
Widyapun pergi ke rumah pacarnya untuk berpacaran.”
D. Wacana Berdasarkan Bentuknya.
1. Wacana Prosa
Adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk prosa. Wacana ini dapat tertulis dan lisan, dapat berupa wacana lansung atau tidak langsung, dapat pula dengan pembeberan atau tuturan. Novel, novelette, cerita pendek, artikel, kertas kerja. Skripsi, tesis, disertasi, surat dan sebagainya merupakan contoh-contoh wacana prosa.
Contoh : “Matahari terbit terang bahkan mungkin teramat terang dibanding
hari-hari biasanya. Motor, becak, mobil dan seluruh corak
kendaraan berhulu halang mengitari aktifitas tunjuk jarum di pagi
hari. Kokokan ayam yang biasanya gemuruh menyapa dan
membangunkan tidur malasku pun justru hari itu terasa hilang
perlahan satu per satu. Kotaku teramat ramai saat itu dan bisa
dipastikan hari ini mungkin akan menjadi goresan anyar yang
menyulam diary hidup kecilku.Aku bergegas menyingsing barunya
catatan tatangan yang tak tertulis sejak cerita-cerita yang lalu telah
habis terputar pada rotasi detik, menit, jam, hari hingga tahun yang
dimakan masa yang benar begitu cepat.Tapi hidup hanya satu hari
yakni hari ini, karena kemarin adalah kenangan dan besok adalah
masa depan. Akh, tak ada gunanya berlama bersandar di atas
tempat tidur. Saatnya untukku menjemput peradapan dihari ini.”
(Novellet “Ketika Aku Harus” Karya Alvian Kurniawan).
2. Wacana Puisi
Adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk puisi secara tertulis ataupun lisan.
Contoh : Teratai-Teratai Mekar
(Oleh : Alvian Kurniawan)
Teratai-teratai mekar,
Menguncup dipagi hari tanpa sebab,
Mungkinkah layu tapi tak tua,
Ataukah mimpi tapi tak manusia,
Aku gerah melihatnya,
Ingin ku petik tapi tak mengerti,
Hanya diam beribu patri,
Menunggu jawab yang mudah-mudahan tiba.
3. Wacana Drama
Adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk drama, dalam bentuk dialog, baik secara tertulis maupun secara lisan.
Contoh :
….
Kendil : “ Bukannya kendil kemarin sudah cari kayu banyak, masa
cepet banget habis.”
Si Mbok : “ Lha kemarinkan simbok masak banyak.”
(Naskah Perubahan Pementasan Drama Mata Kuliah PPD kelas V E “Jaka Kendil Mencari Cinta” Karya Heru Subrata.
Tujuan Wacana
Pada prinsipnya, wacana mempunyai fungsi atau tujuan anda, yaitu :
(a) Memerikan teks-teks sedemikian rupa agar kita mudah mengatakan
sesuatu yang bermanfaat mengenai teks-teks secara individual dan juga
kelompok-kelompok teks;
(b) Berupaya untuk menghasilkan suatu teori wacana, (Berry, 1981: 121)
Struktur Kalimat
Dengan mempergunakan istilah yang lebih bersifat teknis, dapatlah kita katakan bahwa perbedaan gaya bahasa seseorang ditentukan oleh mikrostruktur, yang mencangkup teks dan kalimat,
1.Segmentasi Kalimat
Berbicara mengenai segmentasi kalimat suatu wacana, maka perlu kita membedakan dan jenis, yaitu :
a) Kalimat Ortografis adalah serentetan kata-kata yang terdapat antara huruf
kapital dan titik, tanda tanya, atau tanda seru.
Contoh : Saya datang dan bertanya dengan baik dan sopan. Ternyata dia
Menaruh syak wasangka kepada saya. Mengapa dia harus
menaruh syak wasangka seperti itu ? sungguh di luar dugaan
saya. Kurang ajar dia ! Mentang-mentang sudah sudah jadi
orang, menggap semua yang datang sebagai pengemis!
b) Kalimat gramatikal adalah serentetan potensial dapat diawali dengan
huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca.
Contoh :
- Yuli marah, Putri diam, Intan tertawa, Arifin terpesona.
( Kalimat tersebut tergolong kalimat ortografis, tetapi terdiri atas empat kaliamat gramatikal).
2. Leksikalisasi
Leksikalisasi hanyalah mengandung makna bagaimana caranya suatu kesatuan makna yang telah diruas-ruas dalam keseluruhan jaringan kesatuan-kesatuan gagasan yang abstrak itu akan dimanifiestaikan dalam kesatuan-kesatuan panjang kata.
Contoh :
Murid Menghargai Guru
(Orang yang pernah memperoleh pengajaran selama beberapa tahun secara teratur dibangku sekolah. Menyatakan rasa hormat dan pujiannya dengan setulus hati dan secara ikhlas kepada Sang pengajar dan pendidik yang telah membimbing serta mengasuhnya dengan sabar, setia dan penuh kasih sayang)
3. Manifestasi
Dengan seperangkat kata-kata potensial yang menggambarkan gagasan-gagasan yang abtrak di dalam hubungan-hubungan yang abstrak, yaitu gagasan-gagaan yang bebas dari setiap kata-kata khusus atau struktur gramatikal tertentu, maka kini kita dapat mengusut bagaimana caranya isi atau kadar yang abstrak ini direalisasikan dari kalimat-kalimat aktual, maka kita memerlukan beberapa istilah antara lain subjek, verba, objek, pronominal, klausa, frase, klausa, dan kalimat.
Tanpa menhiraukan rumitnya suatu kalimat, dapatlah kita katakan bahwa keranka struktur gramatikalnya hamper selalu terdiri dari subjek verba dan jika perlu ditambah denan komplen.
Contoh :
Subjek Verba (Komplemen)
Evi Mandi
Revi merasa cantik
Kelas-Kelas Struktur Kalimat (Klasikalisasi)
1.Struktur Gramatikal
Ini merupakan tingkatan yang paling lazim dan dapat dibatasi secara objektif. Struktur gramatikal dibagi menjadi 3 yaitu;
a. Subjek
Untuk mengenali subjek, kita dapat membuat pertanyaan dengan kata siapa. Contoh : Kemarin, Siti Mamalia terjatuh di got.
Pertanyaan : Siapa yang terjatuh di got ?
Jawab : Siti Mamalia.
b. Verba (kata kerja)
Biasanya terletak setelah subjek, Verba menerangkan perbuatan atau peristiwa yang dilakukan. Contoh : Mawar tertawa keras sekali.
c. Komplemen
apa-apa saja yang melengkapi pengertian structural verba, kalau memang verba itu membutuhkan pelengkap struktur tersebut. Dalam beberapa hal, komplemen merupakan objek langsung pula.
Contoh : Sugianto mendaki gunung Semeru.
2. Struktur Semantik
Ditinjau dari segi semantiknya, maka kalimat mempunyai struktur pelaku, laku, sasaran.
Contoh : Arifin (Pelaku) Membelai (laku) Amin (sasaran).
3. Struktur Retoris
Ditinjau dari segi retoris, maka kalimat mempunyai struktur : Pokok, sumbu dan tekanan. Pokok adalah topik yang ada dalam kalimat itu, sumbu adalah segala sesuatu yang berada di antara topic dan tekanan, sedangkan tekanan adalah posisi pada akhir kalimat.
Contoh : Yosi (Topik yang dibicarakan) adalah (sumbu) temanku (tekanan).
Daftar Pustaka
Tarigan, Henry Guntur. 1987. Pengajaran Wacana. Bandung : Angkasa.
Jenis-jenis Wacana
Wacana dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara; antara lain :
A. Wacana berdasarkan Media penyampaiannya.
1. Wacana Tulis (Written discourse)
adalah wacana yang disampaikan secara tertulis, melalui media tulis. Untuk memahami wacana tulisan penerima harus membacanya. Wacana jenis ini bersifat satu arah.
Contoh : “ Kelas VI E Progam studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Universitas PGRI Palembang terdiri atas 26
mahasiswa, ketua tingkat dari kelas ini adalah Ridho Andi
Sucipto dan wakilnya adalah Amin Syahril.”
2. Wacana Lisan (Spoken Discourse)
adalah wacana yang disampaikan secara lisan, melalui media lisan. Untuk memahami wacana lisan penerima harus menyimak atau mendengarkan.Wacana jenis ini dapat bersifat satu arah atau dua arah.
Contoh : “Pendengar. Mahasiswa semester VI E mengadakan diskusi mata
kuliah analisis wacana yang dilakukan pada hari ini, Kamis, 17
Maret 2011. Dikusi yan diketuai oleh Alvian Kurniawan ini
berlansun dengan tertib.”
B. Wacana berdasarkan pengungkapan wacana.
1. Wacana Langsung (Direct discourse)
Adalah kutipan wacana yang sebenarnya dibatasi oleh intonasi atau pungtuasi. (Kridalaksana, 1984: 208).
Contoh : Ibu Nursalamah berkata, “ Untuk menjadi terkenal, sesuatu/
seseorang itu haruslah menjadi yang pertama, terbaik dan
berbeda.”
2. Wacana Tidak Langsung (Indirect Discourse)
Adalah pengungkapan kembali wacana tanpa mengutip harfiah kata-kata yang dipakai oleh pembicara dengan mempergunakan kontruksi gramatikal atau kata tertentu, antara lain dengan klausa subordinatif, kata bahwa dan sebagainya. (Kridalaksana, 1964 : 208 – 9 ).
Contoh : Ibu Nursalamah pernah berkata bahwa untuk menjadi terkenal,
sesuatu/ seseorang itu haruslah menjadi yan pertama, terbaik dan
berbeda.
C. Wacana Berdasarkan Penempatan Penuturannya.
1. Wacana Pembeberan (Ekspository discourse)
Adalah wacana yang tidak mementingkan waktu dan penutur, berorientasi pada pada pokok pembicaraan dan bagian-bagian diikat secara logis.(Kridalaksana, 1984 : 208).
Contoh : “ Ibu Nursalamah itu memang dosen yang perlu diteladani,
Hingga pertemuan ke-5 beliau tidak pernah absen sama sekali,
Masuk kelaspun sangat tepat waktu, dengan penampilan yang
Sederhana dan alakadarnya, ia mampu menyihir perhatian
mahasiswanya, selain itu bahasa yan digunakan sangat
komunikatif sehingga penjelasannya mudah sekali
dipahami. Wajar saja dosen berprestasi seperti beliau mengajar
di kelas berprestasi seperti VI.E ini.”
2. Wacana Penuturan (Narative discourse)
Adalah wacana yang mementingkan urutan waktu, dituturkan oleh persona pertama atau ketiga dalam waktu tertentu, berorientasi pada pelaku, dan seluruh bagian diikat oleh kronologi (Kridalaksana, 1984: 208).
Contoh : “ Pada pukul 05.00 WIB, Widya bangun tidur. Dengan
meninggalkan sholat subuh ia segera smsan dengan pacarnya.
Setelah satu jam sibuk berpacaran melalui sms, iapun segera
mandi dan sarapan. Pukul 06.30 WIB ia siap bermake up, setelah
usai bermake up ia berangkat ke kampus, ia sampai kampus pukul
07.30WIB. Sesampainya di kampus ternyata tak ada satu orangpun
yang kuliah. Ternyata hari itu merupakan tangal merah, akhirnya
Widyapun pergi ke rumah pacarnya untuk berpacaran.”
D. Wacana Berdasarkan Bentuknya.
1. Wacana Prosa
Adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk prosa. Wacana ini dapat tertulis dan lisan, dapat berupa wacana lansung atau tidak langsung, dapat pula dengan pembeberan atau tuturan. Novel, novelette, cerita pendek, artikel, kertas kerja. Skripsi, tesis, disertasi, surat dan sebagainya merupakan contoh-contoh wacana prosa.
Contoh : “Matahari terbit terang bahkan mungkin teramat terang dibanding
hari-hari biasanya. Motor, becak, mobil dan seluruh corak
kendaraan berhulu halang mengitari aktifitas tunjuk jarum di pagi
hari. Kokokan ayam yang biasanya gemuruh menyapa dan
membangunkan tidur malasku pun justru hari itu terasa hilang
perlahan satu per satu. Kotaku teramat ramai saat itu dan bisa
dipastikan hari ini mungkin akan menjadi goresan anyar yang
menyulam diary hidup kecilku.Aku bergegas menyingsing barunya
catatan tatangan yang tak tertulis sejak cerita-cerita yang lalu telah
habis terputar pada rotasi detik, menit, jam, hari hingga tahun yang
dimakan masa yang benar begitu cepat.Tapi hidup hanya satu hari
yakni hari ini, karena kemarin adalah kenangan dan besok adalah
masa depan. Akh, tak ada gunanya berlama bersandar di atas
tempat tidur. Saatnya untukku menjemput peradapan dihari ini.”
(Novellet “Ketika Aku Harus” Karya Alvian Kurniawan).
2. Wacana Puisi
Adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk puisi secara tertulis ataupun lisan.
Contoh : Teratai-Teratai Mekar
(Oleh : Alvian Kurniawan)
Teratai-teratai mekar,
Menguncup dipagi hari tanpa sebab,
Mungkinkah layu tapi tak tua,
Ataukah mimpi tapi tak manusia,
Aku gerah melihatnya,
Ingin ku petik tapi tak mengerti,
Hanya diam beribu patri,
Menunggu jawab yang mudah-mudahan tiba.
3. Wacana Drama
Adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk drama, dalam bentuk dialog, baik secara tertulis maupun secara lisan.
Contoh :
….
Kendil : “ Bukannya kendil kemarin sudah cari kayu banyak, masa
cepet banget habis.”
Si Mbok : “ Lha kemarinkan simbok masak banyak.”
(Naskah Perubahan Pementasan Drama Mata Kuliah PPD kelas V E “Jaka Kendil Mencari Cinta” Karya Heru Subrata.
Tujuan Wacana
Pada prinsipnya, wacana mempunyai fungsi atau tujuan anda, yaitu :
(a) Memerikan teks-teks sedemikian rupa agar kita mudah mengatakan
sesuatu yang bermanfaat mengenai teks-teks secara individual dan juga
kelompok-kelompok teks;
(b) Berupaya untuk menghasilkan suatu teori wacana, (Berry, 1981: 121)
Struktur Kalimat
Dengan mempergunakan istilah yang lebih bersifat teknis, dapatlah kita katakan bahwa perbedaan gaya bahasa seseorang ditentukan oleh mikrostruktur, yang mencangkup teks dan kalimat,
1.Segmentasi Kalimat
Berbicara mengenai segmentasi kalimat suatu wacana, maka perlu kita membedakan dan jenis, yaitu :
a) Kalimat Ortografis adalah serentetan kata-kata yang terdapat antara huruf
kapital dan titik, tanda tanya, atau tanda seru.
Contoh : Saya datang dan bertanya dengan baik dan sopan. Ternyata dia
Menaruh syak wasangka kepada saya. Mengapa dia harus
menaruh syak wasangka seperti itu ? sungguh di luar dugaan
saya. Kurang ajar dia ! Mentang-mentang sudah sudah jadi
orang, menggap semua yang datang sebagai pengemis!
b) Kalimat gramatikal adalah serentetan potensial dapat diawali dengan
huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca.
Contoh :
- Yuli marah, Putri diam, Intan tertawa, Arifin terpesona.
( Kalimat tersebut tergolong kalimat ortografis, tetapi terdiri atas empat kaliamat gramatikal).
2. Leksikalisasi
Leksikalisasi hanyalah mengandung makna bagaimana caranya suatu kesatuan makna yang telah diruas-ruas dalam keseluruhan jaringan kesatuan-kesatuan gagasan yang abstrak itu akan dimanifiestaikan dalam kesatuan-kesatuan panjang kata.
Contoh :
Murid Menghargai Guru
(Orang yang pernah memperoleh pengajaran selama beberapa tahun secara teratur dibangku sekolah. Menyatakan rasa hormat dan pujiannya dengan setulus hati dan secara ikhlas kepada Sang pengajar dan pendidik yang telah membimbing serta mengasuhnya dengan sabar, setia dan penuh kasih sayang)
3. Manifestasi
Dengan seperangkat kata-kata potensial yang menggambarkan gagasan-gagasan yang abtrak di dalam hubungan-hubungan yang abstrak, yaitu gagasan-gagaan yang bebas dari setiap kata-kata khusus atau struktur gramatikal tertentu, maka kini kita dapat mengusut bagaimana caranya isi atau kadar yang abstrak ini direalisasikan dari kalimat-kalimat aktual, maka kita memerlukan beberapa istilah antara lain subjek, verba, objek, pronominal, klausa, frase, klausa, dan kalimat.
Tanpa menhiraukan rumitnya suatu kalimat, dapatlah kita katakan bahwa keranka struktur gramatikalnya hamper selalu terdiri dari subjek verba dan jika perlu ditambah denan komplen.
Contoh :
Subjek Verba (Komplemen)
Evi Mandi
Revi merasa cantik
Kelas-Kelas Struktur Kalimat (Klasikalisasi)
1.Struktur Gramatikal
Ini merupakan tingkatan yang paling lazim dan dapat dibatasi secara objektif. Struktur gramatikal dibagi menjadi 3 yaitu;
a. Subjek
Untuk mengenali subjek, kita dapat membuat pertanyaan dengan kata siapa. Contoh : Kemarin, Siti Mamalia terjatuh di got.
Pertanyaan : Siapa yang terjatuh di got ?
Jawab : Siti Mamalia.
b. Verba (kata kerja)
Biasanya terletak setelah subjek, Verba menerangkan perbuatan atau peristiwa yang dilakukan. Contoh : Mawar tertawa keras sekali.
c. Komplemen
apa-apa saja yang melengkapi pengertian structural verba, kalau memang verba itu membutuhkan pelengkap struktur tersebut. Dalam beberapa hal, komplemen merupakan objek langsung pula.
Contoh : Sugianto mendaki gunung Semeru.
2. Struktur Semantik
Ditinjau dari segi semantiknya, maka kalimat mempunyai struktur pelaku, laku, sasaran.
Contoh : Arifin (Pelaku) Membelai (laku) Amin (sasaran).
3. Struktur Retoris
Ditinjau dari segi retoris, maka kalimat mempunyai struktur : Pokok, sumbu dan tekanan. Pokok adalah topik yang ada dalam kalimat itu, sumbu adalah segala sesuatu yang berada di antara topic dan tekanan, sedangkan tekanan adalah posisi pada akhir kalimat.
Contoh : Yosi (Topik yang dibicarakan) adalah (sumbu) temanku (tekanan).
Daftar Pustaka
Tarigan, Henry Guntur. 1987. Pengajaran Wacana. Bandung : Angkasa.
Langganan:
Postingan (Atom)