PEMBAHASAN
A.
Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Makna asosiasi ini sesungguhnya sama dengan
perlambangan-perlambangan yang digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk
menyatakan suatu konsep lain (Chaer, 2002: 72).
Selametmuljana
(dalam Pateda, 2010: 178) mengatakan asosiasi adalah hubungan antara makna
asli, makna di dalam lingkungan tempat tumbuh semula kata yang bersangkutan
dengan makna yang baru, yakni makna di dalam lingkungan tempat kata itu
dipindahkan kedalam pemakaian bahasa. Makna leksikal asosiasi, yakni :
1. Persatuan antara rekan usaha, persekutuan dagang;
2. Perkumpulan orang yang mempunyai kepentingan bersama;
3. Tautan dalam ingatan pada orang atau barang lain;
Pembentukan hubungan atau pertalian antara gagasan,
ingatan, atau kegiatan pancaindera Depdikbud (dalam Pateda, 2010: 179).
Contoh:
Bangsa
Indonesia pasti tahu hari raya Idul Adha, hari raya Idul Fitri, Natal, hari
Kartini (21 April), HUT ABRI (5 Oktober), Sumpah Pemuda, Hari Pahlawan (10
November), hari Ibu (22 Desember). Asosiasi kita langsung berhubungan dengan
waktu atau peristiwa tersebut meskipun pembicara tidak menjelaskan
peristiwanya. Kalau orang berkata “Lusi, besok tanggal 22 Desember,” maka yang
dimaksud bukan tanggalnya, tetapi dorongan untuk memperingatinya. Maknanya pun
berubah.
Makna
asosiasi juga dapat dihubungkan bukan hanya pada waktu peringatan besar, namun
makna asosiasi juga dapat dihubungkan dengan tempat atau lokasi, dengan warna,
dan dengan suara atau bunyi.
B.
Makna Ideomatikal dan Peribahasa
Menurut
Poerwadarminta (dalam Tarigan, 2009: 148) Peribahasa adalah kalimat atau
kelompok perkataan yang tetap susunannya dan biasanya mengiaskan suatu maksud
yang tentu. Secara leksikologis, peribahasa adalah (i) kelompok kata atau
kalimat yang tetap susunannya dan biasanya mengiaskan maksud tertentu (dalam
peribahasa termasuk juga bidal, perumpamaan, ungkapan); (ii) ungkapan atau
kalimat-kalimat ringkas padat yang berisi perbandingan, perumpamaan, nasihat,
prinsip hidup atau aturan tingkah laku (Depdikbud (dalam Pateda, 2010: 230)).
Menurut KBBI, Peribahasa ialah kalimat yang ringkas dan padat berisi
perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip hidup atau tingkah laku.
Jadi,
peribahasa ialah sekelompok kata atau kalimat yang disusun yang berisi maksud
tertentu di dalamnya. Peribahasa dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan
sudut pandang yang berbeda-beda. Peribahasa dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Pepatah;
2. Perumpamaan; dan
3. Ungkapan. (Tarigan, 2009: 148)
C.
Pepatah
Poerwadarminta
(dalam Tarigan, 2009: 149) Pepatah adalah sejenis peribahasa yang mengandung
nasihat atau ujaran yang berasal dari orang tua. Menurut KBBI, pepatah adalah
peribahasa yang mengandung nasihat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pepatah
adalah peribahasa yang berisi sebuah nasihat atau ajaran.
Contoh:
Sepala-pala
mandi biar basah
(mengerjakan
sesuatu perbuatan hendaklah sempurna, jangan separuh-separuh).
Datang
tampak muka, pergi tampak punggung
(Datang
dengan baik, pergi pun harus dengan baik pula).
Besar
pasak dari tiang
(Besar
pengeluaran dari pendapatan).
D.
Perumpamaan
Poerwadarminta
(dalam Tarigan, 2009: 152) Perumpamaan adalah ibarat, persamaan, perbandingan,
peribahasa yang berupa perbandingan. Perbedaan utama antara pepatah dengan
perumpamaan dapat dilihat dengan ciri-ciri utama perumpamaan, antara lain dapat
dilihat jelas pada pemakaian secara eksplisit kata-kata: seperti, sebagai,
laksana, baik, ibarat, bagaikan, seumpama, macam, dan umpama.
Contoh:
Bagai air di daun talas
(dikiaskan kepada orang yang tiada tetap hatinya, mudah
berubah-ubah jika ada orang yang menyalahkan pendiriannya).
Seperti air dalam kolam.
(Kiasan kepada orang yang tenang sikap dan tingkah
lakunya).
E.
Ungkapan
Depdikbud
(dalam Pateda, 2010: 230) Ungkapan adalah: (i) apa-apa yang diungkapkan; (ii)
kelompok kata atau gabungan kata yang menyatakan makna khusus; (iii) gerak mata
atau tangan, perubahan air muka yang menyatakan perasaan hati. Ungkapan ialah
perkataan atau kelompok kata yang khusus untuk mengatakan suatu maksud dengan
arti kiasan, seperti :
Datang bulan (
menstruasi bagi perempuan);
Darah Biru ( keturunan bangsawan).
(Naafiah, 2012: 145).
Contoh :
“Saya senang sebab Ali ringan kaki.” Kata kuncinya adalah
ringan kaki. Bagaimanakah orang yang ringan kaki? Orang ringan kaki
tentu saja kalau disuruh berjalan cepat. Berdasarkan makna kata kunci ditambah
dengan asosiasi terhadap kenyataan sebenarnya, orang dapat memastikan makna
ungkapan tadi, yakni Ali yang rajin sekali.
F.
Makna Kias
Dalam kehidupan sehari-hari dan juga dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan
W.J.S Poerwadarminta ada digunakan istilah arti
kiasan (Chaer, 2009: 77). Tampaknya penggunaan istilah arti kiasan ini sebagai oposisi dari arti sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa (baik kata,
frase, maupun kalimat) yang tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal,
arti konseptual, atau arti denotatif) disebut mempunyai arti kiasan. Jadi, bentuk-bentuk seperti puteri malam dalam arti ‘bulan’, raja siang dalam arti ‘matahari’, daki dunia dalam arti ‘harta, uang’, membanting tulang dalam arti ‘bekerja keras’, kapal padang pasir dalam arti ‘unta’, pencakar langit dalam arti ‘gedung bertingkat tinggi’, dan kata
bunga dalam kalimat Aminah adalah bunga di desa kami dalam arti ‘gadis cantik’,
semuanya mempunyai arti kiasan.
G.
Makna Kata dan Makna Istilah
Makna sebuah kata, walaupun secara sinkronis
tidak berubah, tetapi karena berbagai faktor dalam kehidupan, dapat menjadi
bersifat umum. Makna kata itu baru menjadi jelas kalau sudah digunakan di dalam
sebuah kalimat. Kalau lepas dari konteks kalimat, makna kata itu menjadi umum
dan kabur. Misalnya kata tahanan. Apa
makna kata tahanan? Mungkin saja yang
dimaksud dengan tahanan itu adalah
‘orang yang ditahan’, tetapi bisa juga ‘hasil perbuatan menahan’, atau mungkin
makna yang lainnya lagi. Begitu juga dengan kata air. Apa yang dimaksud dengan air
itu? Apakah air yang berada di sumur?
di gelas? atau di bak mandi? atau yang turun dari langit?
Kemungkinan-kemungkinan itu bisa saja terjadi karena kata air itu lepas dari
konteks kalimatnya.
Berbeda dengan kata yang maknanya masih
bersifat umum, maka istilah memiliki makna yang tetap dan pasti. Ketetapan dan
kepastian makna istilah itu karena istilah itu hanya digunakan dalam bidang
kegiatan atau keilmuan tertentu. Jadi, tanpa konteks kalimatnya pun makna
istilah itu sudah pasti. Misalnya, kata tahanan
di atas. Sebagai kata, makna kata tahanan
masih bersifat umum, tetapi sebagai istilah misalnya dalam bidang hukum
makna kata tahanan itu sudah pasti,
yaitu orang yang ditahan sehubungan dengan suatu perkara.
Makna kata sebagai istilah memang dibuat
setepat mungkin untuk menghindari kesalahpahaman dalam bidang ilmu atau
kegiatan tertentu. Dalam bidang kedokteran, misalnya, kata tangan dan lengan
digunakan sebagai istilah untuk pengertian yang berbeda. Tangan adalah dari pergelangan sampai ke jari-jari; sedangkan lengan dari pergelangan sampai ke
pangkal bahu. Sebaliknya dalam bahasa umum lengan dan tangan dianggap
bersinonim, sama maknanya. Begitu juga dengan pasangan kata kaki dan tungkai, telinga dan kuping yang dalam bahasa umum dianggap
bersinonim, tetapi sebagai istilah kedokteran diperbedakan maknanya. Kaki adalah bagian dari mata kaki sampai
ujung jari, sedangkan tungkai adalah
bagian dari mata kaki sampai pangkal paha. Begitu juga telinga adalah bagian
dalam dari alat pendengaran sedangkan kuping adalah bagian luarnya.
Di luar bidang istilah sebenarnya dikenal
juga adanya pembedaan kata dengan makna umum dan kata dengan makna khusus atau
makna yang lebih terbatas. Kata dengan makna umum mempunyai pengertian dan pemakaian
yang lebih luas, sedangkan kata dengan makna khusus atau makna terbatas
mempunyai pengertian dan pemakaian yang lebih terbatas. Umpamanya dalam deretan
sinonim besar, agung, akbar, raya, dan kolosal; kata besar adalah kata yang bermakna umum dan pemakaiannya lebih luas
daripada kata yang lainnya. Kita dapat mengganti kata agung, akbar, raya, dan kolosal, dengan kata besar itu secara bebas. Frase Tuhan
yang maha Agung dapat diganti dengan Tuhan
yang maha Besar; frase rapat akbar
dapat diganti dengan rapat besar; frase hari
raya dapat diganti dengan hari besar,
dan frase film kolosal dapat diganti
dengan film besar. Sebaliknya frase rumah besar tidak dapat diganti dengan rumah agung, atau juga rumah kolosal.
Begitu juga dengan deretan sinonim melihat,
mengintip, melirik, meninjau, dan mengawasi.
Kata melihat memiliki makna umum,
sedangkan yang lainnya memiliki makna “melihat dengan kondisi tertentu”. Kata mengintip mengandung makna ‘melalui
celah sempit’; kata melirik
mengandung makna, ‘dengan sudut mata’; kata meninjau
mengandung makna ‘dari kejauhan’, dan kata mengawasi
mengandung makna ‘dengan sengaja’.