PENGERTIAN,
JENIS, MANFAAT, DAN RUANG LINGKUP SEMANTIK
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kearbiteran lambang bahasa menyebabkan orang, dalam
sejarah linguistik, agak menelantarkan penelitian mengenai makna bila
dibandingkan dengan penelitian di bidang morfologi dan sintaksis. Makna dalam
objek studi semantik, sangat tidak jelas strukturnya. Berbeda dengan morfologi
dan sintaksis yang struktunya jelas sehingga mudah dianalisis.
Namun sejak tahun empat puluhan studi mengenai makna ini
menjadi kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari studi linguistik lainnya.
Mengapa? Karena orang mulai menyadari bahwa kegiatan berbahasa sesungguhnya
adalah kegiatan mengekspresikan lambang-lambang bahasa tersebut, kepada lawan
bicaranya (dalam komunikasi tulis). Jadi, pengetahuan akan adanya hubungan
antara lambang atau satuan bahasa, dengan maknanya sangat diperlukan dalam berkomunikasi
dengan bahasa itu.
Dalam makalah ini penulis coba menjelaskan mengenai apa
itu pengertian semantik, bagaimana jenis semantik, apa saja manfaat semantik
dan bagaimana ruang lingkup semantik.
2.
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Semantik
Ada
dua cabang utama linguistik yang khusus menyangkut kata yaitu etimologi, studi
tentang asal usul kata, dan semantik atau ilmu makna, studi tentang makna kata.
Diantara dua ilmu itu etimologi sudah merupakan disiplin ilmu yang mapan,
sedangkan semantik relatif merupakan hal baru (Ullmann, 2007: 1).
Istilah
semantik baru muncul pada tahun 1894 yang dikenal melalui American philological Association (Organisasi Filologi Amerika).
Istilah semantik sudah ada sejak abad ke 17 melalui frase semantics philosophy. Kata semantik berasal dari bahasa
Indonesia dan dari bahasa Yunani “sema” (kata benda yang berarti “tanda”atau
“lambang”). Kata kerjanya adalah semaino yang berarti “menandai” atau
“melambangkan”. Yang dimaksud dengan kata atau lambang di sini sebagai kata
sema adalah tanda linguistik yang terdiri dari 2 komponen.
1. Komponen
yang berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa.
2. Komponen
yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama.
Dari kedua
komponen ini merupakan tanda atau lambang, sedangkan yang ditandai atau
dilambanginya adalah sesuatu yang berada di luar bahasa yang lazim disebut
referen.
Studi semantik lazim diartikan sebagai bidang dalam
linguistik yang meneliti atau membicarakan, atau mengambil makna bahasa sebagai
objek kajiannya (Chaer, 2007: 115).
Kata semantik
yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara
tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang di tandainya atau dengan kata lain
bidang studi yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Oleh karena itu
kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau arti (Chaer,
2009: 2).
Menurut Tarigan (2011: 147) semantik adalah telaah makna.
Semantik menelaah lambang-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna,
hubungan makna yang satu dengan yang lain, dan pengaruhnya terhadap manusia
serta masyarakat.
Sedangkan menurut Korzybski seperti yang dikutip Parera
(2004: 18), semantik ialah studi tentang kemampuan manusia untuk menyimpan
pengalaman dan pengetahuan lewat fungsi bahasa sebagai penghubung waktu, bahasa
mengikat waktu, dan bahasa mengikat umur manusia bersama.
Semantik
mengandung pengertian “studi tentang makna”. Dengan anggapan bahwa makna
menjadi bagian dari bahasa, maka semantik
merupakan bagian dari linguistik, seperti halnya bunyi dan tata bahasa,
komponen makna dalam ini juga menduduki tingkatan tertentu. Apabila komponen
bunyi umumnya menduduki tingkatan pertama, tata bahasa pada tingkatan kedua,
maka komponen makna menduduki tingkatan paling akhir. Hubungan ketiga komponen
itu sesuai dengan kenyataan bahwa.
1. Bahasa
pada awalnya merupakan bunyi-bunyi abstrak yang mengacu pada lambang-lambang
tertentu.
2. Lambang-lambang
merupakan seperangkat sistem yang memiliki tataan dan hubungan.
3. Seperangkat
lambang yang memiliki bentuk dan hubungan itu mengasosiasikan adanya makna
tertentu (Aminuddin, 2001: 15).
Semantik ada
pada ketiga tataran bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon).
Morfologi dan sintaksis termasuk ke dalam gramatika atau tata bahasa.(Fatimah, 2009: 1)
Dengan tataran
analisis bahasa lainnya, semantik merupakan cabang linguistik yang mempunyai
hubungan erat dengan ilmu-ilmu sosial lain seperti sosiologi dan antropologi
bahkan juga dengan filsafat dan psikologi. Dalam analisis semantik harus juga
disadari karena bahasa itu bersifat unik, dan mempunyai dan mempunyai hubungan
yang sangat erat dengan budaya masyarakat dalam pemakaiannya maka analisis
semantik suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja, tidak dapat
digunakan untuk menganalisis bahasa lain.
Kesulitan lain
dalam menganalisis makna adalah adanya kenyataan bahwa tidak selalu “yang
menandai “ dan “yang ditantai” berhubungan satu lawan satu, artinya, setiap
tanda linguistik hanya memiliki satu makna. Contohnya “Becak – ‘kendaraan umum
tak bermotor beroda tiga’ Adakalanya hubungan itu berlaku sebagai satu lawan
dua atau lebih, bisa juga sebagai dua atau lebih lawan satu. Contohnya “buku
kitab” sama dengan “lembaran kertas bejilid”
Selain itu juga
dalam bahasa yang penuturnya terdiri dari kelompok yang mewakili latar belakang
budaya, pandangan hidup, dan status sosial yang berbeda, maka makna sebuah kata
bisa menjadi berbeda atau memiliki nuansa makna yang berlainan.
Contoh kata babi
dalam masyarakat Indonesia yang mayoritas islam memiliki makna yang berkonotasi
negatif tetapi dalam masyarakat Indonesia yang nonislam memiliki konotasi makna
yang netral atau berkonotasi positif.
Ada 4 syarat yang harus dipenuhi untuk mendeskripsikan
semantik. Keempat syarat itu ialah (Pateda, 2010: 18).
1. Teori
itu harus dapat meramalkan makna setiap kesatuan yang muncul didasarkan pada
satuan leksikal yang membentuk kalimat.
2. Teori
itu harus merupakan seperangkat
kaidah.
3. Teori
itu harus dapat membedakan kalimat yang secara gramatikal benar dan yang tidak dilihat dari segi semantik.
4. Teori
tersebut dapat
meramalkan makna yang berhubungan dengan antonim, kontradiksi, dan sinomim.
2.2
Jenis
Semantik
Sudah
di sebutkan bahwa yang menjadi objek studi semantik adalah makna bahasa. Lebih
tepat lagi, makna dari satuan-satuan bahasa seperti kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana.
Kalau bahasa memiliki tataran-tataran analisis, yaitu fonologi, morfologi, dan
sintaksis maka bagian-bagian mana dari tataran analisis itu yang mengandung
masalah semantik, atau yang memilki persoalan makna (Chaer, 2009: 6). Semantik bahasa terdiri atas: (1) tata bahasa (gramatika), (2) fonologi
(fonemik), (3) fonetik, dan (4) Leksikon.
Adanya
beberapa jenis semantik, yang dibedakan berdasarkan tataran atau bagian dari
bahasa itu yang menjadi objek penyelidikannya. Kalau yang menjadi objek
penyelidikannya adalah leksikon dari bahasa itu maka jenis semantiknya disebut
semantik leksikal. Pada semantik leksikal ini makna yang ada pada leksem-leksem
itu disebut leksikal. Leksem adalah istilah yang lazim digunakan dalam studi
semantik untuk menyebut satuan bahasa yang bermakna. Istilah leksem ini dapat
dipandang istilah kata yang lazim digunakan dalam studi morfologi dan
sintaksis, dan yang lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal bebas
terkecil.
Pada
tataran fonetik yaitu bidang studi yang mempelajari bunyi (fon) tanpa
memperhatikan fungsi bunyi sebagai pembeda makna, tidak ada semantik karena fon
yang menjadi satuan dari fonetik tidak memiliki makna. Karena tidak ada objek
studinya maka tentu tidak ada ilmunya. Pada tataran fonologi (fonemik) pun
tidak ada semantik karena, walaupun fonem yang menjadi satuan dalam studi
fonemik mempunyai fungsi untuk membedakan makna kata, tetapi fonem itu sendiri
tidak bermakna (Chaer, 2009: 8).
Tataran
bahasa (gramatika) dibagi menjadi dua subtataran yaitu morfologi dan sintaksis.
Morfologi cabang dari linguistik yang mempelajari struktur intern kata, serta
proses-proses pembentukannya, sedangkan sintaksis adalah studi yang mengenai
hubungan kata dengan kata dalam membentuk satuan yang lebih besar, yaitu frase,
klausa, kalimat. Oleh karena itu, pada tataran ada masalah-masalah semantik
yaitu yang disebut semantik gramatikal karena objek studinya adalah makna-makna
gramatikal dari tataran tersebut. Selain itu ada pula semantik sintaksikal
penyelidikan yang berkaitan dengan sintaksis. Mengingat bahwa dalam sintaksis
ada pula tataran bawahan yang disebut.
1. Fungsi
gramatikal
2. Kategori
gramatikal
3. Peran
gramatik
Fungsi
gramatikal berupa “kotak-kotak kosong” yang diberi nama subjek, predikat, objek
dan keterangan, sebenarnya tidak ada maknanya sebab semuanya Cuma berupa kotak
yang kosong. Yang memiliki makna adalah pengisi kotak-kotak itu yang berisi
kategori gramatikal seperti nomina, verba atau adjektiva. Kategori-kategori ini
yang sesungguhnya sudah memiliki makna leksikal kini pengisi kotak-kotak itu
memiliki peran gramatikal seperti peran agentif, pasien, objek, benafaktif,
lokatif, instrumental.
Semantik
sintaktikal yang dibicarakan diatas masih berada dalam lingkup tata bahasa atau
gramatikal. Tetapi disamping itu ada hal-hal yang merupakan masalah semantik,
namun bukan masalah ketatabahasaan, misalnya soal topikalisasi kalimat (Chaer,
2009: 10)
2.3
Manfaat
Semantik
Manfaat
apa yang dapat kita petik dari studi semantik sangat tergantung dari bidang apa
yang kita geluti dalam tugas kita sehari-hari. Pengetahuan semantik akan
memudahkan dalam memilih dan menggunakan kata dengan makna yang tepat dalam
menyampaikan informasi kepada masyarakat umum.
Bagi
mereka yang berkecimpung dalam penelitian bahasa, seperti mereka yang belajar
di fakultas sastra, pengetahuan semantik akan banyak memberi bekal teoritis
kepadanya untuk dapat menganalisis bahasa atau bahasa-bahasa yang sedang
dipelajarinya. Sedangkan bagi seorang guru atau calon guru, pengetahuan
mengenai semantik, akan member manfaat teoritis dan juga manfaat praktis.
Manfaat teoritis karena dia sebagai guru bahasa harus pula mempelajari dengan
sungguh-sungguh akan bahasa yang diajarinya. Sedangkan manfaat praktis akan
diperolenya berupa kemudahan bagi dirinya dalam mengajarkan bahasa itu kepada
murid-muridnya. Seorang guru bahasa, selain harus memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang luas mengenai segala aspek bahasa, juga harus memiliki
pengetahuan teori semantik secara memadai. Tanpa pengetahuan ini dia tidak akan
dapat dengan tepat menjelaskan perbedaan dan persamaan semantik antara dua buah
bentuk kata, serta bagaimana menggunakan kedua bentuk kata yang mirip itu
dengan benar.
Selain
itu, semantik juga bermanfaat bagi orang awam atau bagi orang-orang kebanyakan
pada umumnya, pengetahuan yang luas akan teori semantik tidak kala diperlukan.
Tetapi pemakaian dasar-dasar semantik tentunya masih diperlukan untuk dapat
memahami dunia disekelilingnya yang penuh dengan informasi dan lalu lintas
kebahasaan. Semua informasi yang ada disekelilingnya, dan yang juga harus
mereka serap, berlangsung melalui bahasa, melalui dunia lingual. Sebagai
manusia bermasyarakat tidak mungkin mereka bisa hidup tanpa memahami alam
sekeliling mereka yang berlangsung melalui bahasa.
2.4
Ruang
Lingkup Semantik
Seperti
dinyatakan bahwa semantik mencakup bidang yang sangat luas, baik dari struktur
dan fungsi bahasa maupun dari segi interdisiplin bidang ilmu (Fatimah, 2009: 4). Tetapi dalam hal ini ruang lingkup
semantik terbatas pada hubungan ilmu makna itu sendiri dibidang linguistik.
Faktor nonlingistik ikut mempengaruhi semantik sebagai fungsi bahasa non
simbolik. Semantik adalah studi suatu pembeda bahasa dengan hubungan proses
mental atau simbolisme dalam aktivitas bicara (Tarigan, 2004: 5).
Hubungan
bahasa dengan proses mental dapat dinyatakan dengan beberapa cara. Beberapa
pakar proses mental tidak perlu dipelajari karena membingungkan, sebagian lagi
menyatakan bahwa proses mental harus dipelajari secara terpisah dari semantik,
atau semantik dipelajari tanpa menyinggung proses mental. Dalam kenyataannya,
semantik atau makna berkaitan erat dengan struktur dan fungsi. Artinya struktur
tanpa makna dan manka tanpa struktur tidak mungkin ada. Jadi bentuk atau
struktur, fungsi dan makna merupakan satu kesatuan dalam meneliti atau mengkaji
unsur-unsur bahasa.
Dari
adanya sejumlah tataran dan kompleksitas dapat dimaklumi bahwa meskipun makna
dan lambang serta aspek semantik dan tata bahasa merupakan unsur-unsur yang
tidak dapat dipisah-pisahkan, dalam menentukan hubungan semantik dan linguistik
masih terdapat sejumlah perbedaan. Ada pengkaji yang lebih senang menyebut
semantik dengan teori makna dan langsung memasukkannya kedalam bidang filsafat
bahasa (Aminuddin, 2001: 27).
Pada sisi lain ada juga pengkaji yang beranggapan bahwa selama dalam abstraksi
dan proses relasi dan kombinasi, makna masih merupakan sesuatu yang abstrak
sehingga kajian empiris dan hasil studi yang saintifik tidak mungkin dapat
dilaksanakan dan dicapai.
- SIMPULAN
Dari pembahasan makalah di atas
tentang Pengertian
Semantik, Jenis Semantik, Manfaat Semantik Dan Ruang Lingkup Semantik dapat di ambil kesimpulan bahwa kata
semantik yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan
antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang di tandainya atau dengan kata
lain bidang studi yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Oleh karena
itu kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau arti. Semantik bahasa terdiri atas:
1. Tata
bahasa (gramatika)
2. Fonologi
(fonemik)
3. Fonetik
4. Leksikon
Pengetahuan
semantik akan memudahkan dalam memilih dan menggunakan kata dengan makna yang
tepat dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat umum.
DAFTAR
PUSTAKA
Aminuddin. 2001. Semantik Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Chaer, Abdul.
2006. Bahasa Indonesia dalam Masyarakat:
Telaah Semantik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Chaer, Abdul.
2007. Leksikologi dan Leksikografi
Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Djajasudarman, T Fatimah. 2009. Semantik 1 makna leksikal dan Gramatikal.
Bandung: PT Refika Aditama.
Parera, J.D.
2004. Teori Semantik. Jakarta:
Erlangga.
Pateda,
Mansoer. 2010. Semantik Leksikal.
Jakarta: Rineka Cipta.
Tarigan, Henry
Guntur. 2011. Pengajaran Kosakata.
Bandung: Angkasa.
Ullmann,
Stephen. 2007. Pengantar Semantik.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Verhaar. 2008. Asas-Asas linguistik
Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.