Rabu, 07 Mei 2014

KETIKA KAU PERGI



Kata sahabat adalah sebuah kata yang menandakan bahwa manusia adalah makhluk sosial, namun demikian besar arti sebenarnya dari sebuah persahabatan sehingga membuatnya begitu berarti. Kadang sahabat dapat membuat hari-hari yang kita lalui benar-benar indah dan memiliki banyak cerita, namun kadang juga sahabat membuat kenangan terburuk untuk kita sepanjang hidup.
Adalah Rhadit dan Chika, mereka adalah dua anak manusia yang telah bersahabat sejak kecil. Persahabatan mereka terjalin sejak keduanya TK hingga duduk di bangku kuliah, mereka berdua selalu bersama dalam keadaan seperti apapun.
Rhadit yang nama aslinya Raden Rhaditiansyah Prayogi adalah seorang anak tunggal dari pasangan suami-istri yang kaya raya. Ayahnya seorang pengusaha sukses yang perusahaannya mempunyai cabang di berbagai kota besar. Sedangkan Ibunya seorang Rektor di salah satu universitas negeri terkemuka di Jakarta. Oleh karena kesibukan kedua orang tuanya, Rhadit menjadi anak yang kurang perhatian, dia menjadi nakal dan kurang penurut. Akan tetapi, ia sangat peduli hanya pada sahabatnya yaitu Chika. Dan hanya Chika tempatnya berkeluh kesah.
Berbeda dengan Rhadit yang berasal dari keluarga kaya, Chika hanya  berasal dari keluarga sederhana. Akan tetapi ia lebih bahagia karena mendapat kasih sayang yang cukup dari kedua orang tuanya.
Sebenarnya sudah sejak lama Chika menaruh hati kepada Rhadit, tepatnya sejak awal mereka memasuki Sekolah Menengah Atas. Saat itu ketika pertama kali masuk ke SMA, Chika melihat sesuatu yang beda dari sahabatnya itu, Rhadit yang penampilan biasa dengan seragam putih birunya acak-acakan dan tidak pernah rapi, hari itu ia terlihat begitu mempesona dengan seragam barunya yaitu putih abu-abu, Rhadit terlihat lebih gagah dan lebih cool.
“hah? Ini kamu dit? Beda banget hari ini?” ucap Chika dengan mengerutkan dahi.
“hahahaha.. ya iyalah, ini aku Raden Rhaditiansyah Prayogi si ganteng yang kegantengannya tak terkalahkan oleh siapapun” jawab Rhadit dengan sombongnya sambil mengerlingkan mata kearah Chika. “Apa lu, terpesona?” sambungnya lagi.
“idiiih PEDE banget kamu ih” ujar Chika.
Padahal jujur hati Chika berdebar saat itu. Dan tanpa ia sadari ia telah jatuh cinta pada Rhadit sahabat terbaiknya itu.
Sejak saat itu Chika lebih menjaga sikapnya kepada Rhadit, ia ingin terlihat begitu sempurna dihadapan Rhadit. Chika selalu memberikan perhatian lebih terhadap Rhadit, perhatian yang lebih dari sekedar atas nama persahabatan melainkan perhatian kepada seseorang yang di cintai. Rhadit selalu menjadi prioritas utama  bagi Chika, tak ada kata tidak bisa untuk Rhadit jika ia membutuhkan bantuan Chika. Apapun yang Rhadit inginkan pasti Chika penuhi.
Akan tetapi, sayangnya Rhadit tidak pernah menyadari perasaan Chika, dia menganggap sikap yang ditunjukkan Chika padanya itu hal yang wajar. Chika pun tidak pernah menyampaikan perasaan cintanya pada Rhadit, ia takut ketika ia menyampaikan perasaannya itu malah akan membuat persahabatan yang mereka jalin selama ini rusak.
Chika pun hanya menuliskan isi hatinya di buku hariannya.
Suatu hari terjadi pertengkaran hebat antara kedua orang tua Rhadit, mereka saling menyalahkan karena terlalu sibuk, sehingga tidak pernah dirumah dan tidak pernah mengurus rumah tangga bahkan anak sendiripun seakan ditelantarkan.
“Mama tuh ibu seperti apa yang tidak pernah ada dirumah? Tidak seperti istri lain yang kalau suami pulang kerja disambut dengan baik. Tapi mama apa? Papa pulang kerumah capek-capek bukan disambut malah dia pun gak ada dirumah” ucap Papa Rhadit kesal.
“Mama tuh juga kerja Pa, Mama banyak urusan dikampus.” Jawab Mama
“Tapi mama gak lupa kalau mama tu seorang istri sekaligus ibu rumah tangga kan?” ucap Papa dengan nada tinggi.
“Papa gak usah sok nyalahin Mama aja ya, apa Papa juga lupa sama tugas papa dirumah. Papa bisa nuduh mama kayak gitu, sedangkan papa sendiri gak sadar kalau papa aja gak pernah ada dirumah.” Ucap mama Rhadit tak kalah tinggi dengan nada bicara papa.
Rhadit  mendengar pertengkaran itu, Rhadit marah, ia berontak. Seharusnya dialah orang yang paling pantas untuk protes atas hal ini.
“Mama sama Papa itu sama, gak usah saling nyalahin orang lain, intropeksi diri. Rhadit capek kayak gini, Rhadit mending pergi dari sini dari pada tiap hari dengar Mama sama Papa ribut terus.” Ujar Rhadit.
Akhirnya Rhadit pergi dari rumah dengan mengendarai mobil dengan hati yang kesal. Ia marah, emosinya tinggi, dia sudah tidak memperdulikan lagi ketika Mama berteriak memanggilnya.
Sudah hampir seminggu Rhadit tidak pulang kerumah setelah kejadian pertengkaran kedua orang tuanya itu. Kemudian Mama Rhadit menelpon Chika dan memintanya untuk menemui Rhadit dan mengajaknya pulang.
“Halo, bener ini Chika?” ucap Mama Rhadit dari telepon.
“iya bener ini Chika. Siapa ya?” jawab Chika
“Ini Mama nya Rhadit Chika”. Ujar Mama
“Oh.. iya tante ada apa ya?” Tanya Chika.
“Gini Chika, Rhadit udah hampir seminggu ini gak pulang kerumah. Kira-kira kamu tau gak ya dia dimana?” jawab Mama Rhadit
“gak tau juga tante, memang udah seminggu ini aku gak ngeliat Rhadit tante.” Ucap Chika
“kamu bisa tolong tante gak nyariin keberadaan Rhadit.” Pinta Mama Rhadit
“iya tante Chika usahain buat cari Rhadit.” Ucap Chika.
Setelah itu dengan segera Chika mencari Rhadit. Dan Chika mendapati Rhadit sedang berada di Discotik. Rhadit mabuk berat. Mengetahui keadaan Rhadit yang seperti itu, Chika pun menegur Rhadit. Akan tetapi Rhadit malah marah pada Chika dan mengeluarkan kata-kata kasar.
“Siapa loe? Sok ngatur hidup gue, orang tua gue aja gak pernah ngelarang, bahkan peduli aja enggak. Pergi loe !” ujar Rhadit sambil mendorong Chika.
“Rhadit aku tuh peduli sama kamu, aku enggak mau ngeliat kamu kayak gini, aku ngak mau hidup kamu rusak kayak gini.” Jawab Chika sambil menangis.
“Ah terserah loe, pulang sana. Gue sama sekali gak butuh apapun, termasuk loe.” Gerutu Rhadit.
Akhirnya Chika pulang dengan hati yang sakit. Dia menangis sepanjang jalan. Chika sama sekali tidak menyangka sahabat sekaligus orang yang sangat dicintainya itu bisa berbuat sekasar itu padanya.
Saat sedang berjalan pulang itu pikiran Chika  melayang tak tentu arah. Dia tidak memperhatikan kendaraan yang lalu lalang dihadapannya.
Dan setelah itu, Praaaakkkkkkkkkkgggggr. . . sebuah truk menabraknya dan menyebabkan tubuhnya terpental disisi jalan. Kondisinya parah dan ia segera dilarikan ke Rumah Sakit terdekat oleh orang-orang yang berada disekitar tempat kejadian.
Chika dalam keadaan yang sangat memprihatinkan, ia tidak sadarkan diri. Kepalanya mengalami gegar otak, tangan kirinya dipasang infuse, banyak bagian tubuhnya yang dibungkus plaster untuk menutupi lukanya.
Seminggu lebih Chika dirawat di Rumah Sakit, akan tetapi tidak ada perubahan dari keadaan Chika. Dia masih koma.
Rhadit tidak mengetahui keadaan Chika.
Rhadit mulai merasa kehilangan sosok Chika. Tak pernah lagi dilihatnya sahabatnya itu. Berkali-kali ia menghubungi Chika tetapi tidak bisa terhubung. Dia bertanya kesana sini, kepada siapa saja yang mengetahui keadaan sahabatnya itu, tapi hasilnya nihil. Tidak didapatkannya informasi sedikitpun.
Disaat hati Rhadit yang sedang galau, akhirnya ada seorang yang menelponnya. Dialah ibu Chika yang memberitahukan keadaan Chika yang sedang tidak sadarkan diri sejak seminggu yang lalu.
Mengetahui hal itu Rhadit dengan segera berangkat ke Rumah Sakit untuk menemui Chika. Sesampainya di Rumah Sakit Rhadit langsung mencari ruangan Chika. Ia merasa iba melihat sahabatnya yang sedang terbaring lemah tak berdaya di kasur Rumah Sakit. Ia merasa bersalah karena dialah penyebab terjadinya kecelakaan itu, Chika kecelakaan setelah pulang dari discotik ketika menemui Rhadit.
Setiap hari Rhadit menemui Chika di Rumah Sakit, bahkan kadang ia ikut menjaga Chika menggantikan orang tua Chika jika sudah kelelahan menunggu seharian. Rhadit selalu membawakan Chika bunga, makanan, bahkan sesekali ia membacakan puisi untuk Chika. Meskipun sama sekali tidak ada respon dari Chika.
Melihat keadaan itu ibu Chika merasa senang sekaligus sedih. Akhirnya ia menyerahkan buku harian Chika untuk dibaca oleh Rhadit.
Rhadit membaca diary Chika, terkejutlah ia ketika ditemukannya setiap kata dari tulisan itu mengarah kepadanya, setiap tulisan Chika hanya untuk dirinya, bait-bait cinta yang ditulis Chika khusus untuk Rhadit.
Rhadit baru menyadari betapa besar cinta sahabatnya itu untuknya.
Pada hari kesepuluh komanya, Chika menunjukkan ada sedikit perubahan. Jari-jarinya bergerak, dan matanya membuka perlahan, akan tetapi sayangnya Rhadit tidak berada disana.
Langsung ibu Chika menelpon Rhadit memberitahukan kabar baik itu, dengan segera Rhadit kembali ke Rumah Sakit.
Sesampainya disana Rhadit langsung memeluk sahabat sekaligus orang yang sangat dicintainya sekarang, ia begitu merindukan sosok Chika. Ia menangis bahagia.
“Syukurlah kamu udah bangun Chika, aku kangen banget sama kamu, kamu tidurnya lama banget sih”. Ucap Rhadit sambil memeluk Chika dengan erat.
Chika pun tersenyum tipis.
Beberapa saat kemudian Rhadit berbisik kepada Chika, ia mengatakan bahwa ia begitu mencintai sahabatnya itu.
“Chika aku sayang banget sama kamu, aku cinta kamu, enggak akan aku biarin kamu pergi dari aku lagi, enggak akan aku sia-siain kamu lagi”.
Chika hanya bisa diam tanpa bisa berkata apa-apa. Dan tanpa disadari menetes air dari mata Chika. Ia begitu terharu.
Setelah mengatakan cintanya, Rhadit menyuruh Chika untuk istirahat. Chikapun memejamkan mata.
Detik berganti menit, menit berganti jam, 2 jam lebih Chika tertidur dengan pulas. Ketika Rhadit coba untuk membangunkan Chika, tetapi tidak ada respon. Rhadit langsung cemas, coba digerak-gerakkannya tubuh Chika tetapi tidak ada lagi denyut nadi.
Chika meninggal.
Rhadit menangis histeris, sahabat sekaligus wanita yang sangat dicintainya kini tiada lagi. Rhadit terlambat menyadari cinta Chika.
Setelah Chika tak sadarkan diri dan kini telah pergi barulah Rhadit menyadari. Belum sempat mereka mereguk manisnya cinta dalam sebuah status hubungan pacaran.
Akan tetapi meskipun sedih Rhadit sedikit lega karena sebelum Chika pergi dia sudah sempat menyatakan cintanya, paling tidak dia pernah membahagiakan Chika dengan cintanya meskipun itu hanya beberapa jam saja.
Akhirnya Rhadit sadar bahwa Chika terlalu baik, terlalu banyak orang yang menyayanginya, bahkan Tuhan pun mencintainya sehingga ia cepat di panggil kesisi-Nya.

Puisi terakhir Rhadit untuk Chika :
Aku mengenalmu tanpa sengaja
Tanpa ada harapan lebih
Tanpa ada harapan untuk imbalan
Aku menyayangimu dengan hati
Tanpa ada rasa ragu
Tanpa ada rasa takut
Aku mencintaimu dengan cinta
Dengan kepastian
Dengan kejelasan
Dan dengan perasaan
Hingga aku lupa
Aku lupa caraku sebelum mengenalmu
Aku lupa cara melupakanmu
Aku lupa cara untuk kita berpisah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar