Pembahasan
A. Proses Penamaan
Nama merupakan kata-kata yang menjadi label pada setiap makhluk, benda,
aktifitas, dan peristiwa di dunia ini, Nama-nama ini muncul akibat dari
kehidupan manusia yang kompleks dan beragam, alam sekitar manusia
berjenis-jenis. Kadang-kadang manusia sulit memberikan label satu per satu,
oleh karna itu muncul nama-nama kelompok, misalnya binatang, burung, ikan, dan
sebagainya, dan tumbuh-tumbuhan tak terhitung jumlah jenis, binatang, jenis
burung, dan jenis tumbuhan yang ada di dunia ini. Di dalam kehidupan sehari-hari
ada kata yang mudah dihubungkan dengan bendanya, ada pula yang sulit dan tidak
mengacu pada benda nyata (konkret), lebih mengacu kepada pengertian. Misalnya:
demokrasi, korupsi, partisipasi, deskripsi, argumentasi, dan lain-lain. Dalam
kata-kata tersebut, kita mengerti (paham kata tersebut) tetapi wujudnya tidak
dapatdihayati secara nyata. Kata-kata yang tidak dapat dihayati wujudnya
tersebut berbeda dengan kata-kata yang dapat dihayati wujudnya, misalnya;
kursi, meja, gunung (Djajasudarma, 2009 : 47).
Sedangkan nama tertentu yang bersifat khusus untuk setiap bidang ilmu,
disebut dengan istilah. Istilah adalah nama tertentu yang yang bersifat khusus
atau suatu nama yang berisi kata atau gabungan kata yang cermat, mengungkapkan
makna, konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas di bidang tartentu.
Manusia dalam interaksinya menggunakan bahasa.Sebagai gejala budaya, bahasa
bersifat dinamis, bahasa tumbuh dan berkembang sejalan dengan meningkatnya
kemajemukan persepsi manusia terhadap makrokosmos (dunia sekitarnya) dan
mikrokosmos (dunia pribadinya) (Djajasudarma, 2009 : 49).
Dalam pembicaraan mengenai hakikat bahasa dapat dikatakan bahwa bahasa
adalah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer.Maksudnya, antara satu
satuan bahasa, sebagai lambang misalnya kata, dengan suatu benda atau hal yang
dilambangkannya bersifat sewenang-wenang tidak ada hubungan “wajib” diantara
keduanya.Umpamanya antara kata < kuda > dengan benda yang diacunya yaitu
seekor binatang yang bisa dikendarai atau dipakai menarik pedati, tidak bisa
dijelaskan sama sekali. Lagipula andai kata ada hubunganya antara lambang
dengan yang dilambangkannya yaitu, tentu orang jawa tidak akan menyebutnya <
jaran>, orang inggris tidak akan menyebutnya < horse > , dan orang
belanda tidak akan menyebutnya < paard >. Tentu mereka semua akan
meyebutnya juga < kuda >, sama dengan orang Indonesia(Chaer, 2009 : 43).
Telah dikatakan bahwa bahasa adalah sistem tanda yang digunakan untuk
berkomunikasi.Tanda yang dimaksud di sini berupa lambang. Lambang dalam bahasa
berisi dua, yakni bentuk (expression, signifier), dan makna (contents,
signified). Salah satu pendapat tertua yang dikemukakan oleh plato di dalam
suatu percakapan yang berjudul cratylus atau cratylos, lambang adalah kata di
dalam suatu bahasa, sedangkan makna adalah objek yang kita hayati di dunia
nyata berupa acuan yang ditunjukan oleh lambang tersebut. Karena itu, kata-kata
dapat dikatakan sebagai nama, label setiap benda, aktivitas atau peristiwa.
Tidak heran apabila seorang anak mengenal bahasa dari proses belajar nama-nama
tersebut. Kadang-kadang anak manamai sesuatu melewati bunyi yang di dengarnya
dari ayah dan ibunya. Kita akan mendengar bunyi “da…da…da..”kalau si anak
melihat ayah dan ibunya ketika menghampirinya atau untuk menyebut benda-benda
yang ia lihat yang terdapat di dalam sebuah buku. Karena hidup manusia beraneka
ragam dan alam sekeliling manusia berjenis-jenis, maka manusia sulit memberikan
label-label terhadap benda yang ada di sekelilingnya. Dengan demikian lahirlah
nama kelompok, misalnya binatang, buah-buahan, ikan, burung, rumput,
tumbuh-tumbuhan. Tidak terhitung banyaknya jenis rumput dan tak terhitung pula
jenis binatang yang ada di dalam laut yang belum mempunyai label dalam BI.
Kalau kita mengambil sejenis rumput dan kemudian kita tanyakan kepada
seseorang, apakah nama rumput ini, maka orang itu pasti akan menjawab rumput;
tanpa merincikan jenis rumput tersebut secara tepat. Demikian pula untuk
buah-buahan, burung-burungan, pohon-pohonan, dan jenis insekta.Pergilah Anda ke
sawah atau ke dalam hutan. Anda akan sulit mengatakan nama jenis tumbuhan atau
nama jenis pohon yang ditemukan. Persoalan timbul, misalnya jagung dan beras,
mengapa benda tersebut di beri nama dengan jagung dan beras? Mengapa tidak
disebut jiging atau biris? Mengapa kata jagung di dalam BI, dalam bahasa
Gorontalo menjadi binde, padahal acuanya sama? Demikian juga dengan beras dalam
BI, tetapi di dalam bahasa Gorontalo menjadi pale tapulio, padahal acuannya
juga sama? Maka dari itu ada beberapa pendapat dari para pakar: - Plato
(429-348 SM) Mengemukakan ada hubungan hayati antara nama dan benda. Namun ia
pertanyakan, apakah pemberian nama kepada benda didasarkan pada pemberian
sewenang-wenang atau atas perjanjian? Apakah penamaan itu berdasarkan padafaktor
kesukarelaan atau persetujuan dari semua golongan? - Socrates, guru Plato
Mengatakan bahwa nama harus sesuai dengan sifat acuan yang diberi nama. -
Aristoteles (384-322 SM), murid Plato Mengatakan bahwa pemberian nama adalah
soal perjanjian, konvensi, atau perjanjian belaka diantara sesama anggota suatu
masyarakat bahasa. Yang dimaksud dengan perjanjian di sini bukan berarti bahwa
dahulu ada sidang masalah nama, untuk sesuatu yang diberi nama. Nama tersebut
biasanya berasal dari seseorang yang namanya pakar, ahli, penulis, pengarang,
wartawan, pemimpin Negara, tokoh masyarakat yang kemudian di populerkan oleh
masyarakat, baik melaluimedia massa, elektronik maupun nonelektronik, atau bisa
juga melalui pembicaraan tatap muka. Misalnya dalam bidang fisika dikenal hukum
Boyle, Archimedes, karena penemu hukum tersebut adalah Boyle, Archimedes.
Jadi proses penamaan suatu benda, muncul karena adanya suatu benda yang
ingin diberi nama. Pemberian nama itu disesuaikan dari daerah yang
berbeda-beda. Pada dasarnya walaupun nama suatu benda tersebut berbeda, tetapi
acuanya tetap sama yaitu Bahasa Indonesia . Kadang-kadang nama suatu benda
masih dapat diusut asal-usulnya, misalnya nama Banyuwangi dan Minangkabau.
Kadang-kadang bendanya belum ada, tetapi namanya telah disiapkan lebih dahulu,
misalnya bayi yang belum dilahirkan.Setiap disiplin ilmu memberikan nama
tertentu untuk sesuatu benda, fakta, kejadian atau proses. Setiap bangsa atau
etnik grup menggunakan nama tertentu untuk benda, proses, kegiatan proses tertentu.
Namun itu berbeda dengan yang ada pada suku bangsa (etnic groep) atau pada
bangsa lain. Misalnya bangsa Indonesia menamai benda ini(rumah) dengan kata
rumah, orang Gorontalo bele, orang Inggris menamainya dengan sebutan house, dan
orang Belanda menyebutnya huis. Dengan demikian, nama bersifat arbitrer.
Masalah perbedaan itu saat ini sulit di jawab, karena nama bersifat mana suka.
Persoalan nama perlu di bedakan dengan definisi, juga dengan istilah. Baik
definisi maupun istilah berisi pembatasan tentang suatu fakta, peristiwa,
benda, proses. Misalnya kita ingin melakukan pembatasan terhadap kata benda
seperti “kursi”bukanlah istilah. Kita dapat mengatakan bahwa kursi adalah
seluruh realisasi benda yang di sebut kursi.Seandainya ada seseorang yang
membawa kepada kita sebuah tangan kursi, maka tangan kursi tersebut tak dapat
disebut dengan kursi.Jadi dengan menyebutkan nama kursi kita telah memberikan
pembatasan terhadap suatu benda, fakta, peristiwa, atau kejadian, baik
pembatasan yang dilihat dari unsur-unsurnya maupun pembatasan yang dilihat dari
benda-benda lain yang ada di sekeliling kita (Pateda, 2010 : 62-65).
B. Peniruan Bunyi
Dalam bahasa Indonesia, ada sejumlah kata yang terbentuk sebagai hasil
peniruan bunyi. Maksudnya yaitu, nama-nama benda atau hal tersebut di bentuk
berdasarkan bunyi dari benda tersebut atau suara yang ditimbulkan oleh benda
tersebut. Misalnya, binatang sejenis reptil kecil yang melata di dinding
disebut cecek, karena bunyi yang ditimbulkan cecak yaitu “cak..cak...cak..”.
Begitu juga dengan tokek, binatang tersebut di beri nama tokek, karena bunyi
yang ia timbulkan yaitu “tokek..tokek..”, menurut bahasa dibentuk berdasarkan
tiruan bunyi ini disebut kata peniru bunyi atau onomatope. Sejalan dengan itu
banyak pula dibentuk kata kerja atau nama perbuatan dari tiruan bunyi itu.
Misalnya dapat dikatakan anjing menggonggong, ayam berkotek, ular mendesis, dan
lain-lain.Dalam bercerita pun orang acap menirukan bunyi-bunyi benda atau hal
yang diceritakan, seperti: - Kudengar bunyi ketukan pintu “tok, tok, tok,” dan
sebelum aku bangkit ia telah muncul di pintu. Kata-kata yang dibentuk
berdasarkan tiruan bunyi ini sebenarnya juga tidak percis sama, hanya mirip
saja, mengapa? Yang pertama, karena benda atau binatang yang mengeluarkan bunyi
itu tidak mempunyai alat fisiologis seperti manusia. Yang kedua, karena system
fonologi setiap bahasa tidak sama. Itulah sebabnya, mengapa orang sunda
menirukan kokok ayam jantan sebagai [kongkorongkonk], orang melayu Jakarta
sebagai [kukuruyuk].
C. Penyebutan Bagian
Dalam bidang kesusastraan ada istilah pars prototo yaitu bagian bahasayang
menyebutkan bagian dari suatu benda atau hal, padahal yang di maksud adalah
keseluruhanya. Misalnya kata kepala dalam kalimat “setiap kepala menerima
bantuan seratus ribu rupiah”, bukan dalam arti “kepala” itu saja, melainkan
seluruh orangnya sebagai satu kesatuan. Penamaan sesuatu benda atau konsep
berdasarkan bagian dari benda itu biasanya berdasarkan ciri yang khas atau yang
menonjol dari benda itu dan yang sudah diketahui umum. Misalnya, “pada tahun
enam puluhan, kalau ada orang mengatakan; ingin membeli rumah, tetapi tidak ada
sudirmanya” maka dengan kata sudirman yang dimaksud adalah (uang) karena pada
saat itu uangnya bergambar almarhum jendral sudirman. Kebalikan pars prototo
dalah gaya retorika yang disebut totem proparte yaitu menyebut keseluruhan
untuk sebagian. Misalnya kalau Indonesia memenangkan medali perak di
“Olimpiade”, yang dimaksud hanyalah tiga orang atlet panah putra.
D. Penyebutan Sifat Khas
Hampir sama dengan pars prototo, yang dibicarakan diatas adalah penamaan
suatu benda berdasarkan sifat yang khas yang ada pada benda itu. Gejala ini
merupakan gejala semantik karena dalam perisiwa itu terjadi transposisi makna
dalam pemakaian yakni, perubahan dari kata sifat menjadi kata benda. Disini
terjadi sifat itu mendesak kata bendanya karena sifatnya yang amat menonjol
itu, sehingga akhirnya, kata sifat itulah yang menjadi nama benda itu sendiri.
Umpamanya orang yang amat kikir, lazim disebut si kikir atau si bakhil.
E. Penemu Dan Pembuat
Banyak nama benda dalam kosakata bahasa Indonesia yang dibuat berdasarkan
nama penemunya, nama pabrik pembuatnya, atau nama dalam peristiwa sejarah.
Nama-nama benda yang demikian disebut dengan istilahappelativa. Nama-nama benda
yang berasal dari nama orang, antaralain; mujairyaitu nama sejenis ikan air
tawar yang mula-mula ditemukan dan diternakkan oleh seorang petani yang bernama
Mujair di Kediri, Jawa Timur. Contoh lain,Voltnama satuan kekuatan aliran
listrik yang diturunkan dari nama penciptanya yaitu Volta (1745-1787) seorang
sarjana fisika bangsa Italia. F. Tempat Asal Sejumlah nama benda dapat
ditelusuri berasal dari nama tempat asal benda tersebut. Misalnya kata magnet
berasal dari nama tempat magnesia, kata kenari, yaitu nama sejenis burung, yang
berasal dari nama pulau Kenari di Afrika. Banyak Juga nama piagam atau nama
prasasti yang disebut berdasarkan nama tempat penemunya seperti piagam kota
kapur, prasasti. Kedudukan Bukit, piagam Telaga Batu dan piagam Jakarta. Juga
banyak nama perundingan atau perjanjian berdasarkan nama tempat perundingan itu
di rundingkan, misalnya perjanjian Gianti, perjanjian Linggarjati. Selain itu,
malah juga banyak kata kerja yang dibentuk dari nama tempat misalnya, di
Nusakambangkan yang berarti dibawa atau di penjarakan di pulau Nusa Kambangan,
dan lain sebagainya.
G. Bahan
Ada sejumlah benda yang namanya diambil dari nama bahan pokok benda itu
sendiri. Contoh: kacanama bahan. Lalunama barang-barang lain yang dibuat dari
kaca disebut jaga kaca seperti kaca mata, kaca jendela, kaca spion, dan kaca
mobil. Begitu juga kataperak dan kaleng yang pada mulanya adalah nama bahan,
maka kemudian semua barang yang dibuat dari kedua benda itu disebut dengan nama
bahan itu juga, seperti uang perakan (rupiah), kalung perak, kaleng susu,
kaleng minyak, dan kue kaleng (Chaer, 2009 :49).
Simpulan
Proses penaman adalah proses dimana kita manusia memberikan nama terhadap
suatu benda yang belum mempunyai nama. Cara dan prosesnya pun berbeda-beda,
sesuai dengan benda tersebut sehingga munculah nama benda. Dalam proses
penamaannya pun tidak sama, ada yang sesuai dengan persetujuan, ada juga yang
sesuai dengan sifat benda tesebut, karena nama merupakan kata-kata yang menjadi
label setiap makluk, benda, aktivitas dan peristiwa di dunia ini. Di setiap
daerah pemberian nama pada suatu benda, bisa berbeda-beda tetapi masih tetap
pada satu acuan yaitu Bahasa Indonesia .Misal : nama beras dalam Bahasa
Indonesia, tetapi dalam bahasa Gorontalo menjadi pale tapulio.Nama-nama itu
muncul akibat dari kehidupan manusia yang kompleks dan beragam, alam sekitar
manusia yang berjenis-jenis.Cara pemberian nama beraneka ragam diantaranya
berasal dari peniruan bunyi, penyebutan bagian, penyebutan sifat khas, penemu
dan pembuat, tempat asal, dan bahan.
Daftar Pustaka
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia.
Jakarta: PT Rineka Cipta. Djajasudarma, T. Fatimah. 2009. Semantik 1. Bandung: PT Refika Aditama. Pateda, Mansoer. 2010. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka
Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar