UNSUR – UNSUR INTRINSIK PUISI
Oleh: Dewi
Andini (2011112225)
I.
LATAR BELAKANG
Salah
satu cabang kajian tentang sastra adalah puisi. Puisi merupakan bagian dari
ilmu sastra. Sastra dalam bahasa Sansekerta berarti tulisan atau karangan.
Puisi termasuk salah satu genre sastra yang berisi ungkapan perasaan penyair,
mengandung rima dan irama, serta diungkapkan dalam pilihan kata yang cermat dan
tepat (Depdikbud, 1997: 794). Ciri-ciri
puisi dapat dilihat dari bahasa yang digunakan serta wujud puisi tersebut. Bahasanya mengandung rima,
irama, dan kiasan. Wujud puisi dapat
dilihat dari bentuknya yang berlarik membentuk bait, letak tertata, dan tidak
mementingkan ejaan.
Puisi
dapat juga membedakan wujudnya dengan membandingkan dari prosa. Ada empat unsur
yang merupakan hakikat puisi, yaitu: tema, perasaan penyair, nada puisi, serta
amanat. Selain itu, ada lima unsur yang merupakan metode puisi terdiri dari diksi, pengimajian, kata
konkret, bahasa figuratif, ritma dan rima.
Pengertian
puisi sendiri sampai saat ini masih terlalu sulit untuk di definisikan. Kebanyakan
para ahli telah membuat definisi puisi dari berbagai sudut pandang mereka
sendiri. Genre sastra akan dibagi menjadi dua bagian yaitu sastra imajinatif
dan sastra non imajinatif. Puisi sendiri terdapat pada bagian imajinatif
bersama dengan prosa. Sastra imajinatif sendiri memiliki ciri-ciri isinya yang
bersifat khayali, menggunakan bahasa yang konotatif dan memenuhi syarat-syarat
estetika seni.
Puisi
sendiri menitik beratkan keindahan bahasa yang digunakan oleh sang penulis atau
sang penyair. Pandangan seperti ini didasarkan pada suatu anggapan bahwa ciri
khas sastra adalah pemakaian bahasa yang indah. Untuk lebih memahami apa itu
puisi, yang pertama harus kita ketahui adalah pengertian puisi dan struktur
puisi itu sendiri.
II.
Pengertian Puisi
Para
ahli sastra berusaha mendefinisikan arti
puisi tetapi tidak ada satupun yang memuaskan masyarakat akan pengertian atau
definisi puisi itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh para ahli memandang puisi
dari berbagai sudut pandang dan semakin lama puisi semakin berkembang mengikuti
zaman sehingga definisi yang tepat untuk puisi itu sendiri belumlah ditemukan.
Secara etimologi, istilah puisi berasal dari bahasa Yunani poeima “membuat” atau poeisis ‘pembuatan’,
dan dalam bahasa Inggris disebut poem atau
poetry (Aminuddin, 2004: 134). Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat
oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait (Depdiknas, 1997: 794).
Thomas Chalye
yang dikutip Waluyo mengatakan puisi merupakan ungkapan pikiran yang bersifat
musikal (Waluyo, 1991: 23).
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat dirumuskan
bahwa puisi adalah bentuk karangan kesusastraan yang mengungkapkan pikiran dan
mengekspresikan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indera dalam susunan
yang berirama secara imajinatif, dengan menggunakan unsur musikal yang rapi,
padu dan harmonis sehingga terwujud keindahan. Jadi, puisi adalah cara yang
paling indah, impresif dan yang paling efektif dari pikiran manusia dalam
bahasa emosional dan berirama.
A.
Struktur
Puisi
Sebuah
puisi adalah sebuah struktur yang terdiri dari unsur-unsur pembangun.
Unsur-unsur pembangun ini saling berkaitan satu sama lain. Puisi terdiri
atas dua unsur pokok yakni struktur fisik dan struktur batin (Waluyo, 1991: 29).
Struktur puisi yang telah kita kenal terdiri dari struktur batin
puisi dan struktur fisik puisi. Berikut ini akan kita bahas satu per satu.
1.
Struktur Batin Puisi (Hakikat Puisi)
Struktur batin puisi atau struktur
makna merupakan pikiran perasaan yang diungkapkan penyair (Waluyo, 1991: 47).
Struktur batin puisi merupakan wacana teks puisi secara utuh yang mengandung
arti atau makna yang hanya dapat dilihat atau dirasakan melalui penghayatan.
Menurut I.A Richards sebagaimana yang dikutip Herman J. Waluyo menyatakan batin
puisi ada empat, yaitu : tema (sense),
perasaan penyair (feeling), nada atau
sikap penyair terhadap pembaca (tone),
amanat (intention) (Waluyo, 1991: 180-181).
Berikut ini akan dibahas struktur batin puisi.
a. Tema
Dalam sebuah puisi tentunya sang penyair ingin mengemukakan
sesuatu hal bagi penikmat puisinya. Sesuatu yang ingin diungkapkan oleh penyair
dapat diungkapkan melalui puisi atau hasil karyanya yang dia dapatkan melalui
pengelihatan, pengalaman ataupun kejadian yang pernah dialami atau kejadian
yang terjadi pada suatu masyarakat dengan bahasanya sendiri. Dia ingin
mengemukakan, mempersoalkan, mempermasalahkan hal-hal itu dengan caranya sendiri. Atau dengan kata lain sang penyair ingin
mengemukakan pengalaman pribadinya kepada para pembaca melalui puisinya (Tarigan,
1984: 10). Inilah tema, tema adalah gagasan pokok yang dikemukakan oleh sang
penyair yang terdapat dalam puisinya (Siswanto, 2008: 124).
Dengan latar belakang pengetahuan yang
sama, penafsir-penafsir puisi akan
memberikan tafsiran tema yang sama bagi
sebuah puisi, karena tafsir puisi bersifat lugas, obyektif dan khusus (Waluyo,
1991: 107). Berikut ini dipaparkan macam-macam tema puisi sesuai dengan
Pancasila.
1) Tema Ketuhanan
Puisi-puisi
bertema ketuhanan biasanya akan menunjukkan religius
experience atau “pengalaman religi” penyair yang didasarkan tingkat
kedalaman pengalaman ketuhanan seseorang. Dapat juga dijelaskan sebagai tingkat
kedalaman iman seseorang terhadap
agamanya atau lebih luas lagi terhadap Tuhan atau kekuasaan gaib (Waluyo, 1991:
107). Kedalaman rasa ketuhanan itu tidak lepas dari bentuk fisik yang terlahir
dalam pemilihan kata, ungkapan, lambang, kiasan dan sebagainya yang menunjukkan
betapa erat hubungan antara penyair dengan Tuhan. Juga menunjukkan bagaimana
penyair ingin Tuhan mengisi seluruh kalbunya. (Waluyo, 1991: 108).
2) Tema Kemanusiaan
Tema kemanusiaan bermaksud menunjukkan betapa tingginya martabat manusia
dan bermaksud meyakinkan pembaca bahwa
setiap manusia memiliki harkat dan martabat yang sama. Perbedaan kekayaan,
pangkat dan kedudukan seseorang tidak boleh menjadi sebab adanya perbedaan
perlakuan terhadap kemanusiaan seseorang (Waluyo, 1991: 112).
3) Tema Patriotisme / Kebangsaan
Tema patriotisme dapat meningkatkan
perasaan cinta akan bangsa dan tanah air. Banyak puisi yang melukiskan
perjuangan merebut kemerdekaan dan mengisahkan
riwayat pahlawan yang berjuang merebut kemerdekaan atau melawan
penjajah. Tema patriot juga dapat diwujudkan dalam bentuk usaha penyair untuk
membina kesatuan bangsa atau membina
rasa kenasionalan (Waluyo, 1991: 115).
4)
Tema Kedaulatan Rakyat
Penyair begitu sensitif perasaannya untuk memperjuangkan kedaulatan
rakyat dan menentang sikap sewenang-wenang pihak yang berkuasa, di dapati dalam
puisi protes. Penyair berharap orang yang berkuasa memikirkan nasib si miskin.
Diharapkan penyair agar kita semua mengejar kekayaan pribadi, namun juga
mengusahakan kesejahteraan bersama.
5)
Tema Keadilan Sosial
Nada protes sosial sebenarnya lebih banyak menyuarakan tema
keadilan sosial dari pada tema kedaulatan rakyat. Yang dituliskan dalam tema
keadilan sosial adalah ketidakadilan dalam masyarakat dengan tujuan untuk
mengetuk nurani pembaca agar keadilan sosial ditegakkan dan diperjuangkan.
b. Perasaan Penyair (Feeling)
Perasaan (feeling)
merupakan sikap penyair terhadap pokok persoalan yang ditampilkannya. Perasaan
penyair dalam puisinya dapat dikenal melalui penggunaan ungkapan-ungkapan yang digunakan dalam puisinya karena dalam
menciptakan puisi suasana hati penyair juga ikut diekspresikan dan harus dapat
dihayati oleh pembaca (Waluyo, 1991: 121). Hal ini selaras dengan pendapat
Tarigan (1984:11) yang menyatakan bahwa rasa adalah sikap penyair
terhadap pokok permasalahan yang terkandung dalam puisinya.
c.
Nada dan
Suasana
Menurut Tarigan
(1984: 17) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan nada dalam dunia perpuisian
adalah sikap sang penyair terhadap pembacanya atau dengan kata lain sikap sang
penyair terhadap para penikmat karyanya.
d. Amanat (Pesan)
Penyair sebagai sastrawan dan anggota
masyarakat baik secara sadar atau tidak merasa bertanggugjawab menjaga
kelangsungan hidup sesuai dengan hati nuraninya. Oleh karena itu, puisi selalu
ingin mengandung amanat (pesan). Meskipun penyair tidak secara khusus dan
sengaja mencantumkan amanat dalam puisinya. amanat tersirat di balik kata dan
juga di balik tema yang diungkapkan penyair (Waluyo, 1991: 130). Amanat adalah
maksud yang hendak disampaikan atau himbauan,pesan, tujuan yang hendak
disampaikan penyair melalui puisinya.
2.
Struktur Fisik Puisi
Struktur fisik puisi adalah unsur pembangun puisi dari luar (Waluyo, 1991:
71). Puisi disusun dari kata dengan bahasa yang indah dan bermakna yang
dituliskan dalam bentuk bait-bait. Orang dapat membedakan mana puisi dan
mana bukan puisi berdasarkan bentuk lahir atau fisik yang terlihat.
Berikut ini
akan dibahas struktur fisik puisi yang meliputi : diksi, imajinasi, kata
konkret, majas, verifikasi, majas dan tipografi.
a. Diksi atau Pilihan Kata
Salah satu hal yang ditonjolkan dalam puisi
adalah kata-katanya ataupun pilihan katanya. Bahasa merupakan sarana utama
dalam puisi. Dalam menciptakan sebuah puisi penyair mempunyai tujuan yang
hendak disampaikan kepada pembaca melalui puisinya. Penyair ingin mencurahkan
perasaan dan isi pikirannya dengan setepat-tepatnya seperti yang dialami
hatinya. Selain itu juga ia ingin mengekspresikannya dengan ekspresi yang dapat
menjelmakan pengalaman jiwanya. Untuk itulah harus dipilih kata-kata yang
setepat-tepatnya. Penyair juga ingin mempertimbangkan perbedaan arti yang
sekecil-kecilnya dengan cermat.
Penyair harus
cermat memilih kata-kata karena kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan
maknanya, kompisisi bunyi, dalam rima dan irama serta kedudukan kata itu di
tengah konteks kata lainnya, dan kedudukan kata dalam keseluruhan puisi itu.
Dengan uraian singkat diatas, ditegaskan kembali betapa pentingnya diksi bagi
suatu puisi. Menurut Tarigan (1984: 30), pilihan kata yang tepat dapat
mencerminkan ruang, waktu, falsafah, amanat, efek, nada suatu puisi dengan
tepat.
b. Imajinasi
Semua
penyair ingin menyuguhkan pengalaman batin yang pernah dialaminya kepada para
pembacanya melalui karyanya. Salah satu usaha untuk memenuhi keinginan tersebut
ialah dengan pemilihan serta penggunaan kata-kata dalam puisinya (Tarigan,
1984: 30). Ada hubungan yang erat antara pemilihan kata-kata, pengimajian dan
kata konkret, di mana diksi yang dipilih harus menghasilkan dan karena itu kata-kata menjadi lebih konkret
seperti yang kita hayati dalam penglihatan, pendengaran atau cita rasa. Pengimajian
dibatasi dengan pengertian kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan
pengalaman sensoris seperti penglihatan, pendengaran dan perasaan (Waluyo,
1991: 97).
Pilihan serta penggunaan kata-kata
yang tepat dapat memperkuat serta memperjelas daya bayang pikiran manusia dan energi tersebut dapat mendorong
imajinasi atau daya bayang kita untuk menjelmakan gambaran yang nyata. Dengan
menarik perhatian kita pada beberapa perasaan jasmani sang penyair berusaha
membangkitkan pikiran dan perasaan para penikmat sehingga mereka menganggap
bahwa merekalah yang benar-benar mengalami peristiwa jasmaniah tersebut
(Tarigan, 1984: 30). Dengan menarik
perhatian pembacanya melalui kata dan daya imajinasi akan memunculkan sesuatu
yang lain yang belum pernah dirasakan oleh pembaca sebelumnya. Segala yang dirasai atau dialami secara
imajinatif inilah yang biasa dikenal dengan istilah imagery atau imaji atau pengimajian (Tarigan, 1984: 30).
Dalam
puisi kita kenal bermacam-macam (gambaran angan) yang dihasilkan oleh indera pengihatan,
pendengaran, pengecapan, rabaan, penciuman, pemikiran dan gerakan (Pradopo,
1990: 81). Selanjutnya terdapat juga imaji penglihatan (visual), imaji
pendengaran (auditif) dan imaji cita
rasa (taktil) (Waluyo, 1991: 79). Semua imaji di atas bila dijadikan satu,
secara keseluruhan dikenal beberapa macam imajinasi, yaitu :
1) Imajinasi Visual, yakni
imajinasi yang menyebabkan pembaca seolah-olah seperti
melihat sendiri apa yang dikemukakan atau diceritakan oleh penyair.
2) Imajinasi Auditori, yakni
imajinasi yang menyebabkan pembaca seperti mendengar sendiri apa yang dikemukakan penyair. Suara
dan bunyi yang dipergunakan
tepat sekali untuk melukiskan hal yang dikemukakan, hal ini sering menggunakan kata-kata onomatope.
3) Imajinasi Articulatori, yakni imajinasi
yang menyebabkan pembaca seperti
mendengar bunyi-bunyi dengan artikulasi-artikulasi tertentu pada bagian mulut waktu kita membaca
sajak itu seakan-akan kita melihat gerakan-gerakan mulut membunyikannya, sehingga ikut bagian-bagian mulut kita
dengan sendirinya
4)Imajinasi
Olfaktori, yakni imajinasi penciuman atau pembawaan dengan membaca atau mendengar kata-kata tertentu kita
seperti mencium bau sesuatu. Kita
seperti mencium bau rumput yang sedang dibakar, kita seperti mencium bau tanah yang baru dicangkul, kita
seperti mencium bau bunga mawar, kita seperti
mencium bau apel yang sedap dan sebagainya.
5)Imajinasi
Gustatori, yakni imajinasi pencicipan. Dengan membaca
atau mendengar kata-kata atau
kalimat-kalimat tertentu kita seperti mencicipi suatu benda yang menimbulkan rasa asin, pahit, asam dan sebagainya.
6) Imajinasi
Faktual, yakni imajinasi rasa kulit, yang menyebabkan kita seperti merasakan di bagian kulit badan kita
rasanya nyeri, rasa dingin, atau rasa panas oleh
tekanan udara atau oleh perubahan suhu udara.
7)Imajinasi
Kinaestetik, yakni imajinasi gerakan tubuh atau otot yang menyebabkan kita merasakan atau melihat
gerakan badan atau otot-otot tubuh.
8)Imajinasi
Organik, yakni imajinasi badan yang menyebabkan kita seperti melihat atau merasakan badan yang
capai, lesu, loyo, ngantuk, lapar, lemas, mual,
pusing dan sebagainya.
Imaji-imaji di atas tidak dipergunakan
secara terpisah oleh penyair melainkan dipergunakan bersama-sama, saling
memperkuat dan saling menambah kepuitisannya (Pradopo, 1990: 81).
c.
Kata Konkret
Salah satu cara
untuk membangkitkan daya bayang atau daya imajinasi para penikmat sastra
khususnya puisi adalah dengan menggunakan kata-kata yang tepat, kata-kata yang
kongkret, yang dapat menyaran pada suatu pengertian menyeluruh. Semakin tepat
sang penyair menggunakan kata-kata atau bahasa dalam karya sastranya maka akan
semakin kuat juga daya pemikat untuk penikmat sastra sehingga penikmat sastra
akan merasakan sensasi yang berbeda. Para penikmat sastra akan menganggap bahwa
mereka benar-benar melihat, mendengar,
merasakan, dan mengalami segala sesuatu yang dialami oleh sang penyair
(Tarigan, 1984: 32). Dengan keterangan singkat diatas maka dapat disimpulkan
bahwa kata konkret adalah kata-kata yang dapat di tangkap dengan indra
(Siswanto, 2008: 119).
d. Majas atau Bahasa Figuratif
Penyair menggunakan
bahasa yang bersusun-susun atau berpigura sehingga disebut bahasa figuratif.
Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis artinya memancarkan banyak
makna atau kaya akan makna. Bahasa figuratif adalah bahasa yang digunakan oleh
penyair untuk menyatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara
tidak langsung mengungkapkan makna kata atau bahasanya bermakna kias atau makna
lambang (Waluyo, 1991: 83).
Bahasa kias merupakan wujud
penggunaan bahasa yang mampu mengekspresikan makna dasar ke asosi lain. Kiasan yang tepat
dapat menolong pembaca merasakan dan melihat seperti apa yang dilihat atau apa
yang dirasakan penulis. Seperti yang diungkapkan Pradopo bahwa kias dapat
menciptakan gambaran angan/ citraan (imagery)
dalam diri pembaca yang menyerupai gambar yang dihasilkan oleh pengungkapan
penyair terhadap obyek yang dapat dilihat mata, saraf penglihatan, atau daerah
otak yang bersangkutan (1990:80). Bahasa figuratif dipandang lebih efektif
untuk menyatakan apa yang dimaksudkan penyair karena: (1) Bahasa figuratif
mampu menghasilkan kesenangan imajinatif, (2) Bahasa figuratif dalah cara untuk
menghasilkan imaji tambahan dalam puisi sehingga yang abstrak menjadi kongret
dan menjadikan puisi lebih nikmat dibaca, (3) Bahasa figuratif adalah cara
menambah intensitas, (4) Bahasa figuratif adalah cara untuk mengkonsentrasikan
makna yang hendak disampaikan dan cara menyampaikan sesuatu yang banyak dan
luas dengan bahasa yang singkat (Waluyo, 1991: 83). Adapun bahasa kias yang
biasa digunakan dalam puisi ataupun karya sastra lainnya yaitu:
1) Perbandingan/
Perumpamaan (Simile)
Perbandingan atau perumpamaan (simile)
ialah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal yang lain dengan
mempergunakan kata-kata pembanding seperti bagai, bak, semisal, seumpama,
laksana dan kata-kata pembanding lainnya.
2)
Metafora
Bahasa kiasan
seperti perbandingan, hanya tidak mempergunakan kata-kata pembanding seperti
bagai, laksana dan sebagainya. Metafora ini menyatakan sesuatu sebagai hal yang
sama atau seharga dengan yang lain yang sesungguhnya tidak sama.
3) Personifikasi
Kiasan ini mempersamakan benda dengan
manusia. Benda-benda mati dibuat dapat
berbuat, berfikir dan sebagainya. Seperti halnya manusia dan banyak
dipergunakan penyair dulu sampai sekarang. Personifikasi membuat hidup lukisan
di samping itu memberi kejelasan kebenaran, memberikan bayangan angan yang
konkret.
4) Hiperbola
Kiasan yang
berlebih-lebihan. Penyair merasa perlu melebih-lebihkan hal yang dibandingkan
itu agar mendapat perhatian yang lebih seksama dari pembaca.
5) Metonimia
Bahasa kiasan yang lebih jarang
dijumpai pemakaiannya. Metonimia ini dalam bahasa Indonesia sering disebut
kiasan pengganti nama. Bahasa ini berupa penggunaan sebuah atribut sebuah objek
atau penggunaan sesuatu yang sangat dekat hubungannya dengan mengganti objek
tersebut.
6) Sinekdoki (Syneadoche)
Bahasa kiasan
yang menyebutkan sesuatu bagian yang penting suatu benda (hal) untuk benda atau
hal itu sendiri.
Sinekdoke ada
dua macam
- Pars Prototo :
sebagian untuk keseluruhan
- Totum
Proparte : keseluruhan untuk sebagian
(Pradopo, 1990:
78).
7) Allegori
Cerita kiasan
ataupun lukisan kiasan. Cerita kiasan atau lukisan kiasan ini mengkiaskan hal
lain atau kejadian lain.
Perlambangan
yang dipergunakan dalam puisi :
a) Lambang warna
b)
Lambang benda : penggunaan benda
untuk menggantikan sesuatu yang ingin diucapkan.
c) Lambang bunyi : bunyi yang
diciptakan penyair untuk melambangkan perasaan
tertentu.
d)
Lambang suasana : suasana yang
dilambangkan dengan suasana lain yang lebih
konkret.
e.
Verifikasi
(Rima, Ritma dan Metrum)
Versifikasi terdiri dari rima, ritma
dan metrum.
1)
Rima
Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalisasi atau orkestrasi sehingga puisi menjadi menarik
untuk dibaca.
Dalam puisi
banyak jenis rima yang kita jumpai antara lain :
a)
Menurut bunyinya :
(1) Rima sempurna bila seluruh suku akhir sama bunyinya
(2) Rima tak sempurna bila sebagian suku akhir sama bunyinya
(3)
Rima mutlak
bila seluruh bunyi kata itu sama
(4) Asonansi perulangan bunyi vokal dalam satu kata
(5)
Aliterasi :
perulangan bunyi konsonan di depan setiap kata secara berurutan
(6)
Pisonansi (rima
rangka) bila konsonan yang membentuk kata itu sama, namun vokalnya berbeda.
b)
Menurut letaknya:
(1) Rima depan : bila kata pada permulaan baris sama
(2)
Rima tengah :
bila kata atau suku kata di tengah baris suatu puisi itu sama
(3)
Rima akhir bila
perulangan kata terletak pada akhir baris
(4)
Rima tegak bila
kata pada akhir baris sama dengan kata pada permulaan baris
(5)
Rima datar bila
perulangan itu terdapat pada satu baris.
2) Ritma
Pertentangan bunyi, tinggi rendah, panjang pendek, keras
lemah, yang mengalun dengan teratur dan berulang-ulang sehingga membentuk
keindahan (Waluyo, 1991: 94). Ritma
terdiri dari tiga macam, yaitu :
a)
Andante : Kata yang terdiri dari dua
vokal, yang menimbulkan irama lambat
b) Alegro : Kata bervokal
tiga, menimbulkan irama sedang
c)
Motto Alegro : kata yang bervokal
empat yang menyebabkan irama cepat.
3)
Metrum
Perulangan
kata yang tetap bersifat statis (Waluyo, 1991: 94). Nama metrum didapati dalam
puisi sastra lama. Pengertian metrum menurut Pradopo adalah irama yang tetap,
pergantiannya sudah tetap menurut pola tertentu (Pradopo, 1990: 40). Peranan metrum sangat penting dalam pembacaan puisi dan
deklamasi.
f.
Tipografi atau
Perwajahan
Ciri-ciri yang
dapat dilihat sepintas dari puisi adalah perwajahannya atau tipografinya. Melalui indera mata tampak bahwa
puisi tersusun atas kata-kata yang membentuk larik-larik puisi. Larik-larik itu
disusun ke bawah dan terikat dalam bait-bait.
Banyak kata, larik maupun bait ditentukan oleh keseluruhan makna puisi
yang ingin dituliskan penyair. Dengan demikian satu bait puisi bisa
terdiri dari satu kata bahkan satu huruf saja. Dalam hal cara penulisannya
puisi tidak selalu harus ditulis dari tepi kiri dan berakhir di tepi kanan
seperti bentuk tulisan umumnya. Susunan penulisan dalam puisi disebut tipografi
(Pradopo, 1990: 210).
Struktur fisik
puisi membentuk tipografi yang khas puisi. Tiprografi puisi merupakan bentuk visual yang bisa
memberi makna tambahan dan bentuknya bisa didapati pada jenis puisi konkret.
Tipografi bentuknya bermacam-macam antara lain berbentuk grafis, kaligrafi,
kerucut dan sebagainya. Jadi tipografi memberikan ciri khas
puisi pada periode angkatan tertentu.
III.
KESIMPULAN
Salah satu genre sastra adalah
puisi. Puisi mempunyai unsur-unsur pembangun yang menunjang bentuk dari puisi
itu sendiri. Unsur pembangun puisi itu sendiri terdiri dari struktur batin
puisi (hakikat puisi) dan struktur fisik puisi (metode puisi). Struktur batin
puisi terdiri dari tema, rasa, nada dan amanat atau pesan; sedangkan struktur
fisik puisi terdiri dari diksi, imaji, kata konkret, majas, verifikasi dan
tipografi. Kedua struktur ini saling berhubungan satu sama lain, saling
bergantung satu sama lain dan tidak bisa dipisahkan.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2004. Pengantar
Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Pradopo, Rachmat Djoko. 1990. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: UGM Press.
Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar
Teori Sastra. Bandung: Grasindo.
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Waluyo, J. Herman. 1991. Teori
dan Apresiasi Puisi. Bandung: Angkasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar